Selasa, 28 Mei 2013

Desain Pembelajaran

Hai....
Maaf lama tak menulis di dalam blog ini.
Sekarang saya akan memberikan contoh desain pembelajaran yang saya buat untuk materi sistem persamaan dua variabel pada tingkat SMP kelas VIII.
Ingin mendowload, silakan klik disini.
Semoga bermanfaat.
Jangan lupa tinggalkan komen ya.
Thanks.

Rabu, 03 April 2013

PROBLEM POSING


MAKALAH
PROBLEM POSING

(untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Landasan Pendidikan dan Pembelajaran)

Dosen Pengampu: DR. Subanji, M.Si


http://fip.um.ac.id/wp-content/uploads/2012/05/logo-um-copy-transparant-6002px.png







Disusun Oleh:
NUR AFNI,S.Pd

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
2012


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.      Latar Belakang
Matematika sebagai salah satu pelajaran yang berfungsi mengembangkan kemampuan menghitung, mengukur, dan mengembangkan rumus matematika yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Matematika sebagai salah satu displin ilmu, menjadi pendukung bagi keberadaan ilmu-ilmu yang lain. Oleh karena itu siswa diharapkan memiliki penguasaan matematika pada tingkat tertentu, sehingga berguna bagi siswa dalam berkompetensi di masa depan. Namun perlu disadari juga bahwa sebagian besar siswa menganggap matematika merupakan mata pelajaran yang sulit dimengerti.
Salah satu penyebabnya adalah dikarenakan dalam proses penyampaiannya kurang tepat. Penyampaian pembelajaran matematika cenderung monoton dan membosankan. Dalam pembelajaran matematika tidak ada variasi-variasi belajar yang inovatif. Setiap pertemuan selalu menggunakan metode belajar yang sama. Sehingga dari pembelajaran yang seperti itu dapat menimbulkan kebosanan pada diri siswa. Penyampaian  pembelajaran yang monoton dan membosankan ini akan menurunkan semangat belajar siswa dan pada akhinya akan menjadikan siswa untuk malas belajar (Ilham Rais, 2011).
Dalam proses pembelajaran matematika sering kita lihat keengganan siswa untuk membaca buku pelajaran matematika. Hal itu mungkin disebabkan kesulitan mereka memecahkan kata karena kemampuan membaca yang buruk (Charalampos Toumasis, 2004). Mereka lebih sering duduk, diam, mendengarkan, dan mencatat saat kegiatan belajar mengajar berlangsung. Siswa tidak diminta untuk melakukan suatu aktifitas yang sebenarnya dapat mendorong mereka untuk belajar dari aktifitas yang mereka lakukan tersebut. Sehingga dalam pelaksanaannya, siswa kurang memahami maksud maupun konsep dari materi yang telah mereka dengar dan mereka catat.
Sebenarnya banyak cara bagaimana mengaktifkan siswa. Salah satunya melalui pembelajaran dengan pendekatan problem posing. Melalui pendekatan ini mereka bisa terangsang untuk mengembangkan pengetahuannya dengan cara yang mudah dan murah. Pengetahuan siswa dengan pendekatan ini, bisa dikembangkan dari yang sederhana hingga pada pengetahuan yang kompleks. Selain itu, dengan pendekatan tersebut siswa akan belajar sesuai dengan tingkat berfikirnya. Karena antara siswa yang pandai dengan yang kurang pandai tidak diperlakukan sama. Mereka akan belajar dengan problem posing sesuai dengan pengetahuaan mereka yang telah dimiliki sebelumnya. Dengan pendekatan ini diharapkan siswa lebih bersemangat, kritis dan kreatif. Walhasil, dengan pendekatan problem posing siswa diharapkan lebih peka terhadap masalah yang timbul disekitanya dan mampu memberikan penyelesaian yang cerdas.
Pembelajaran dengan pendekatan problem posing mungkin bukan suatu hal yang baru dalam dunia pendidikan. Pendekatan ini pada awal tahun 2000 sempat menjadi kata kunci di setiap seminar pembelajaran, khususnya pembelajaran  matematika. Meskipun pendekatan ini lebih dikembangkan dalam pembelajaran matematika, namun belakangan ini pembelajaran fisika dan kimia juga menggunakan pendekatan ini. Dan tidak menutup kemungkinan pendekatan ini juga sudah dikembangkan dalam pembelajaran rumpun IPS dan bahasa.
Bagi siswa yang memiliki daya nalar diatas rata, pendekatan seperti ini memberikan peluang untuk melakukan eksplorasi intelektualnya. Mereka akan tertatang untuk membuat tambahan informasi dari informasi yang tersediakan. Sehingga pertanyaan yang diajukan memiliki jawab yang lebih kompleks. Sedangkan bagi anak yang berkemampuan biasa cara ini akan memberikan kemudahan untuk membuat soal dengan tingkat kesukaran sesuai dengan kemampuannya.
      Rumusan Masalah
Beberapa masalah yang akan di bahas dalam majalah ini adalah:
1.      Apakah definisi problem posing
2.      Bagaimana pendekatan problem posing dalam pembelajaran matematika

1.2.      Kegunaan
Sebagai landasan pembelajaran dalam kegiatan pembelajaran dan mengajar matematika di sekolah.
1.3.      Tujuan Pembelajaran
Dapat di jadikan acuan dalam mempraktikan kegiatan pembelajaran dan mengajar di sekolah.
1.4.      Manfaat
Dapat mengetahui landasan pembelajaran matematika di sekolah, sehingga diharapkan adanya perubahan dalam pembelajaran matematika yang pada akhirnya dapat kreatifitas dan meningkatkan minat anak didik terhadap matematika.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1         Problem Posing
2.1.1. Definisi Problem Posing
Problem posing merupakan istilah dalam bahasa Inggris, yang mempunyai beberapa padanan dalam bahasa Indonesia. Suryanto (1998:1) dan As’ari (2000:4) memadankan istilah  problem posing dengan pembentukan soal. Sedangkan Sutiarso (1999:16) menggunakan istilah membuat soal, Siswono (1999:7) menggunakan istilah pengajuan soal, dan Suharta (2000:4) menggunakan istilah pengkonstruksian masalah.
Problem posing memiliki beberapa pengertian, yaitu:
1.    Problem posing ialah perumusan soal sederhana atau perumusan ulang soal yang ada dengan beberapa perubahan agar lebih sederhana dan dapat dipahami dalam rangka memecahkan soal yang rumit.
2.    Problem posing ialah perumusan soal yang berkaitan dengan syarat-syarat pada soal yang telah diselesaikan dalam rangka mencari alternatif pemecahan lain (Silver & Cai, 1996:294).
3.     Problem posing ialah perumusan soal dari informasi atau situasi yang tersedia, baik dilakukan sebelum, ketika, atau setelah penyelesaian suatu soal (Silver & Cai, 1996:523).

Menurut Brown dan Walter (1993:15) informasi atau situasi problem posing dapat berupa gambar, benda manipulatif, permainan, teorema atau konsep, alat peraga, soal, atau selesaian dari suatu soal.


A.    Respon Siswa
Respon siswa yang diharapkan dari situasi atau informasi problem posing adalah respon berupa soal buatan siswa. Namun demikian, tidak tertutup kemungkinan siswa membuat yang lain, misalnya siswa hanya membuat pernyataan.  Silver dan Cai (1996:526) mengklasifikasikan respon tersebut menurut jenisnya menjadi tiga kelompok, yaitu
1.      Pertanyaan matematika,
Pertanyaan matematika adalah pertanyaan yang memuat masalah matematika dan mempunyai kaitan dengan informasi yang diberikan.
Pertanyaan matematika ini, selanjutnya diklasifikasikan ke dalam dua kategori, yaitu
a.       pertanyaan matematika yang dapat diselesaikan
Pertanyaan matematika yang dapat diselesaikan adalah pertanyaan yang memuat informasi yang cukup dari situasi yang ada untuk diselesaikan, atau jika pertanyaan tersebut memiliki tujuan yang tidak sesuai dengan informasi yang ada.
Selanjutnya pertanyaan matematika yang dapat diselesaikan juga dibedakan atas dua hal, yaitu pertanyaan yang memuat informasi baru dan pertanyaan yang tidak memuat informasi baru.
b.     Pertanyaan matematika yang tidak dapat diselesaikan.
2.      Pertanyaan non matematika
Pertanyaan non matematika adalah pertanyaan yang tidak memuat masalah matematika dan tidak mempunyai kaitan dengan informasi yang diberikan
3.      Pernyataan.
Pernyataan adalah kalimat yang bersifat ungkapan atau berita yang tidak memuat pertanyaan, tetapi sekedar ungkapan yang bernilai benar atau salah.

Respon yang dihasilkan siswa mungkin lebih dari satu pertanyaan matematika. Antara pertanyaan yang satu dengan pertanyaan lainnya dapat dilihat hubungan yang terjadi. Menurut Silver dan Cai (1996:302) ada dua jenis hubungan antara respon-respon tersebut, yaitu
1.      Hubungan Simetrik
Respon yang mempunyai hubungan simetrik disebut respon simetrik yaitu serangkaian respon yang objek-objeknya mempunyai hubungan
2.    Hubungan berantai.
Respon yang mempunyai hubungan berantai disebut respon berantai. Pada respon berantai, untuk menyelesiakan respon berikutnya diperlukan penyelesaian respon sebelumnya.
Sehubungan itu, Kilpatrik (dalam Siver & Cai, 1996:354) menyatakan bahwa salah satu dasar kosep koginitif yang terlibat dalam pengajuan soal adalah assosiasi, yaitu kecendrungan siswa menggunakan respon pertama sebagai pijakan untuk mengajukan soal kedua, ketiga, dan seterusnya.
Berdasarkan tingkat kesukarannya, Silver dan Cai (1996:526), mengklasifikasikan respon siswa menjadi dua dua kelompok, yaitu:
(1) Tingkat kesukaran respon terkait dengan stuktur bahasa (sintaksis),
                  Tingkat kesukaran respon yang berkaitan dengan sintaksis dapat dilihat dari proposisi yang dikandungnya. Proposisi yang digunakan dibedakan menjadi tiga, yaitu
a.          Proposisi penugasan,
Proposisi penugasan adalah pertanyaan (soal) yang memuat tugas untuk dikerjakan
b.         proposisi hubungan,
Proposisi hubungan adalah pertanyaan yang memuat tugas untuk membandingkan.
c.          proposisi pengandaian..
Proposisi pengandaian adalah pertanyaan yang menggunakan informasi tambahan.
(2) Tingkat kesukaran respon terkait dengan stuktur matematika (semantik).
Tingkat kesukaran respon berkaitan dengan stuktur semantik, dapat diketahui
dari hubungan semantiknya. Menurut Marshall (dalam Silver & Cai, 1996:528) hubungan semantik respon siswa dapat dikelompokkan menjadi lima kategori, yaitu mengubah, mengelompokkan, membandingkan, menyatakan kembali, dan memvariasikan.
Menurut Usmanto (2007) pembelajaran problem posing dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu:
a.       Problem Posing Tipe Pre-Solution Posing.
Siswa membuat pertanyaan dan jawaban berdasarkan pertanyaan dan jawaban berdasarkan pernyataan yang dibuat oleh guru. Jadi, yang diketahui pada soal itu dibuat guru, sedangkan siswa membuat pertanyaan dan jawaban sendiri.
b.      Problem Posing tipe Within Solution Posing.
Siswa memecahkan pertanyaan tunggal dari guru menjadi sub-sub pertanyaan yang relevan dengan pertanyaan guru.
c.       Problem Posing tipe Post Solution Posing.
Siswa membuat soal yang sejenis dan menantang seperti yang dicontohkan oleh guru. Jika guru dan siswa siap maka siswa dapat diminta untuk mengajukan soal yang menantang dan variatif pada pokok bahasan yang diterangkan guru. Siswa harus bisa menentukan jawabannya sendiri. Jika siswa gagal menemukan jawabannya maka guru merupakan narasumber utama bagi siswanya. Jadi, guru harus benar-benar menguasai materi
Hampir setiap hari kita pasti mengajukan suatu pertanyaan. Baik pertanyaan yang ditujukan pada diri sendiri maupun pada orang lain. Tetapi tidak setiap pertanyaan yang kita ajukan, merupakan suatu pertanyaan yang berbobot. Karena suatu pertanyaan yang berkualitas tidak langsung tiba-tiba muncul. Mengajukan pertanyaan yang baik perlu proses. Untuk mengajukan suatu pertanyaan yang berkualitas perlu banyak latihan. Selain berlatih, banyak bergaul dengan orang yang berpendidikan tinggi dan berwawasan luas sangat membatu meningkatkan keterampilan bertanya.
Sayangnya, dalam tradisi pendidikan kita penanaman keterampilan bertanya pada siswa belum mendapatkan perhatian yang serius. Sementara ini, keterampilan bertanya lebih ditekankan kepada guru. Guru dilatih dan dibimbing bagaimana cara bertanya yang baik kepada siswanya. Guru dilatih bertanya, mulai pertanyaan yang sifatnya menjajaki konsep yang telah diajarkan sampai pada pertanyaan tingkat tinggi. Sedangkan kesempatan siswa bertanya porsinya masih sedikit. Padahal menanamkan keterampilan bertanya sejak dini pada siswa sangatlah penting. Agar mereka terampil bertanya dan berpikir kritis.
Suseno (dalam Suharta, 2000) menjelaskan, belajar bertanya sangat penting dalam proses pendidikan. Bertanya, juga mengandung makna, sebagai awal usaha intelektual. Dengan bertanya, pikiran bisa terangsang untuk maju, membuka cakrawala ilmu pengetahuan, dan mendobrak wawasan yang kaku dan sempit. Oleh karena itu, pembelajaran keterampilan bertanya pada siswa perlu mendapat perhatian yang lebih. Khususnya, keterampilan mengajukan pertanyaan dari permasalahan yang ada. Pembelajaran dengan mengajukan masalah berdasarkan masalah yang tersedia disebut pembelajaran dengan pendekatan problem posing.

2.1.2 Problem Posing Dalam Pembelajaran
Problem posing adalah pembelajaran yang menekankan pada pengajuan soal oleh siswa. Oleh karena itu, problem posing dapat menjadi salah satu alternatif untuk mengembangkan berpikir matematis atau pola pikir matematis. Menurut Suryanto (1998:3) merumuskan soal merupakan salah satu dari tujuh kriteria berpikir atau pola berpikir matematis.
Dewasa ini, problem posing merupakan kegiatan penting dalam pembelajaran matematika. NCTM merekomendasikan agar dalam pembelajaran matematika, para siswa diberikan kesempatan untuk mengajukan soal sendiri (dalam Siver dan Cai, 1996:521). Silver dan Cai (1996:293) juga menyarankan agar pembelajaran matematika lebih ditekankan pada kegiatan problem posing. Menurut Cars (dalam Suryanto, 1998:9) untuk meningkatkan kemampuan menyelesaikan dapat dilakukan dengan cara membiasakan siswa mengajukan soal. Sejalan dengan itu, Suparno (1997:83) menyatakan bahwa mengungkapkan pertanyaan merupakan salah satu kegiatan yang dapat menantang siswa untuk lebih berpikir dan membangun pengetahuan mereka.
Di samping itu, Brown dan Walter (1996:15) yang menyatakan pembuatan soal dalam pembelajaran matematika melalui dua tahap kegiatan kognitif, yaitu 
a.       accepting (menerima)
Menerima terjadi ketika siswa membaca situasi atau informasi yang diberikan  guru.
b.      challenging (menantang).
 Menantang terjadi ketika siswa berusaha untuk mengajukan soal berdasarkan situasi atau informasi yang diberikan.
 Sehubungan dengan hal tersebut, As’ari (2000:9) menegaskan bahwa proses kognitif menerima memungkinkan siswa untuk menempatkan suatu informasi pada suatu jaringan struktur kognitif sehingga struktur kognitif tersebut makin kaya, sementara proses kognitif menantang memungkinkan jaringan stuktur kognitif yang ada menjadi semakin kuat hubungannya. Dengan demikian pembelajaran matematika dengan pendekatan problem posing akan menambah kemampuan dan penguatan konsep dan prinsip matematika siswa.
Pengajuan soal mandiri dapat diaplikasikan dalam 3 bentuk aktivitas kognitif matematis, yaitu:
1)      Pre Solution Posing, suatu pengembangan masalah awal dari situasi stimulus yang diberikan,
2)      Within Solution Posing, yaitu merumuskan kembali masalah agar menjadi lebih mudah untuk diselesaikan, dan
3)     Post Solution Posing, yaitu memodifikasi tujuan atau kondisi dari masalah yang sudah diselesaikan untuk merumuskan masalah baru. 
Terkait dengan situasi soal yang tersedia, Stoyanofa (dalam Hajar, 2001:13) menjelaskan bahwa menurut situasi yang tersedia, situasi problem posing diklasifikasi menjadi tiga yaitu:
a.       Situasi problem posing bebas
Pada situasi problem posing bebas, siswa tidak diberikan suatu informasi yang harus dipatuhi. Siswa diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk membentuk soal sesuai dengan apa yang dikehendaki. Siswa bisa menggunakan fenomena dalam kehidupan sehari-hari sebagai acuan dalam pembentukan soal menggunakan pengetahuan yang telah dimiliki. Siswa harus mengaitkan informasi.
b.      Situasi problem semi terstruktur
Sedangkan untuk situasi yang semi terstruktur, siswa diberi situasi atau informasi yang terbuka. Kemudian siswa diminta untuk mencari/ menyelidiki situasi tersebut dengan cara tersebut dengan pengetahuan yang telah ia miliki selama ini. Situasi tersebut bisa berupa ganbar atau table mungkin bisa juga berupa cerita pendek.
c.       Situasi problem terstruktur.
Pada situasi problem posing yang terstruktur, siswa diberi masalah khusus (soal) atau selesaian dari soal. Kemudian berdasarkan hal tersebut, siswa diminta untuk membentuk masalah/ soal baru.
Langkah-langkah pembelajaran menggunakan pendekatan problem posing menurut Budiasih dan Kartini dalam Budi Hartati adalah sebagai berikut:
a)               Membuka kegiatan pembelajaran
b)               Menyampaikan tujuan pembelajaran
c)               Menjelaskan materi pelajaran
d)              Memberikan contoh soal
e)               Memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang hal-hal yang belum    jelas.
f)                Memberikan kesempatan kepada siswa untuk membentuk soal dan  menyelesaikannya
g)               Mengarahkan siswa untuk membuat kesimpulan
h)               Membuat rangkuman berdasarkan kesimpulan yang dibuat siswa
i)                 Menutup kegiatan pembelajaran
Dalam pelaksanaanya dikenal beberapa jenis model problem posing, antara lain:
1.      Situasi problem posing bebas
Siswa diberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengajukan soal sesuai dengan apa yang dikehendaki . Siswa dapat menggunakan fenomena dalam kehidupan sehari-hari sebagai acuan untuk mengajukan soal.
2.      Situasi problem posing semi terstruktur
Siswa diberikan situasi atau informasi terbuka. Kemudian siswa diminta untuk mengajukan soal dengan mengkaitkan informasi itu dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya. Situasi dapat berupa gambar atau informasi yang dihubungkan dengan konsep tertentu.
3.      Situasi problem posing terstruktur, siswa diberi soal atau selesaian soal tersebut, kemudian berdasarkan hal tersebut siswa diminta untuk mengajukan soal baru.
Di dalam proses belajar mengajar, guru harus memiliki strategi agar tujuan yang diinginkan dapat dicapai secara efektif dan efisien, maka penguasaan materi saja tidaklah mencukupi. Salah satu langkah untuk strategi ini adalah harus menguasai berbagai teknik penyampaian materi dan juga dapat menggunakan metode yang tepat dalam proses belajar mengajar sesuai materi yang digunakan oleh guru adalah untuk menyampaikan informasi kepada siswa agar mereka dapat memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap.
Seorang guru yang menggunakan satu metode diharapkan dapat memberikan kesenangan dan kepuasan pada anak didik yang merupakan salah satu faktor dalam memotivasi siswa agar mampu menggunakan pengetahuannya untuk memecahkan suatu masalah yang dihadapi.
Pengertian metode problem posing adalah sebagai berikut :
1)      Menurut Brown dan Walter (1993) istilah problem posing pertama kalidilalui secara resmi oleh National Council of Teachers of Mathematics . Problem posing adalah istilah dalam bahasa Inggris yang berarti pembentukan soal. Problem posing salah satu pembelajaran yang berpedoman pada pandangan konotruktivisme prinsip penting dalam psikologi pendidikan menurut teori ini adalah pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang melainkan melalui tindakan.
2)      Menurut Nur dalam pembelajaran konstruktivisme guru tidak hanya memberi pengetahuan kepadasiswa, tetapi siswa harus membangun sendiri pengetahuannya.
3)      Belajar adalah suatu aktivitas yang berlangsungsecara interaktif antara faktor intern pada diri siswa dengan faktor ekstern sehingga menimbulkan perubahan tingkah laku.
Guru hanya membantu siswa untuk menerapkan ide- ide mereka dan menerapkan strategi belajar yang telah mereka temukan untuk belajar mereka sendiri. Suryanto mengartikan bahwa kata “problem” sebagai masalah soal, sehingga pengajuan masalah dipandang sebagai suatu tindakan merumuskan masalah atau soal dari situasi yang diberikan.
Silver mencatat bahasa istilah “menanyakan soal” biasanya diaplikasikan pada 3 bentuk aktivitas kognitif yang berbeda :
a.       Menanyakan pre-solusi, dimana seorang siswa membuat soal dari situasi yang diadakan.
b.      Menanyakan di dalam solusi, dimana seseorang siswa merumuskan ulang soal seperti yang telah diselesaikan.
c.       Menanyakan setelah solusi, dimana seorang siswa memodifikasi tujuan dan kondisi soal yang sudah diselesaikan untuk membuat soal-soal baru.














BAB III
PENUTUP

3.1.       Kesimpulan
Berdasarkan rumusan masalah dan pembahasan yang pembelajaran matematika khususnya pada tingkat dasar, dapat ditarik kesimpulan yaitu sebagai berikut :
1.      Problem posing memiliki beberapa pengertian, yaitu:
a)    Problem posing ialah perumusan soal sederhana atau perumusan ulang soal yang ada dengan beberapa perubahan agar lebih sederhana dan dapat dipahami dalam rangka memecahkan soal yang rumit.
b)    Problem posing ialah perumusan soal yang berkaitan dengan syarat-syarat pada soal yang telah diselesaikan dalam rangka mencari alternatif pemecahan lain (Silver & Cai, 1996:294).
c)    Problem posing ialah perumusan soal dari informasi atau situasi yang tersedia, baik dilakukan sebelum, ketika, atau setelah penyelesaian suatu soal (Silver & Cai, 1996:523).
2.      Menurut Brown dan Walter (1993:15) informasi atau situasi problem posing dapat berupa gambar, benda manipulatif, permainan, teorema atau konsep, alat peraga, soal, atau selesaian dari suatu soal.
3.      Problem posing adalah pembelajaran yang menekankan pada pengajuan soal oleh siswa. Oleh karena itu, problem posing dapat menjadi salah satu alternatif untuk mengembangkan berpikir matematis atau pola pikir matematis. Menurut Suryanto (1998:3) merumuskan soal merupakan salah satu dari tujuh kriteria berpikir atau pola berpikir matematis.
3.2  Saran
Problem possing ini sangat lah perlu untuk diterapkan dalam pembelajaran matematika sekolah karena dapat membentuk siswa untuk berpikir matematis atau membentuk pola pikir matematis.


REFERENSI
As’ari, A.R. 1998. Penggunaan Alat Peraga Manipulatif dalam Penanaman Konsep Matematika.Jurnal Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam dan Pengajaran. 27(I):1-13
As’ari, A.R. 2000, Problem Posing untuk Peningkatan Profesionalisme Guru Matematika. Jurnal Matematika. Tahun V, Nomor 1, April 2000.
Brown, S. & Walter, R.. 1990. The Art of Problem Posing. London: Lawrence Erlbaum Associates Publishers
Brown, S. & Walter, R.. (Ed). 1993. Problem Posing : Reflections and Aplications. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Publishers.
Hiebert, J. & Carpenter, T.. 1992. Learning and Teaching with Understanding. Dalam D Grouws (ed). Handbook of Research on Mathematics Teaching and Learning (hlm.65-419). New York: Macmillan Publishing Company.
Hudojo, H.. 1990. Strategi Belajar Mengajar Matematika. IKIP Malang
Silver, E.A. & Cai, S.. 1996. An Analysis of Arithmetic Problem Posing by Middle School Students,Journal for Research in Mathematics Education. 27: 521-539
Siswono, Y.T.E., 2000. Pengajuan Soal (Problem Posing) dalam Pembelajaran Matematika di Sekolah (Implementasi dari Hasil Penelitian). Makalah disajikan pada Seminar Nasional Pengajaran Matematika Sekolah Menengah, 25 Maret 2000. Malang: FMIPA Universitas Negeri Malang.
Stoyanova, E. 1996. Developing a Framework for Research into Students’ Problem posing in School Mathematics, (Online), crsma@cc newcastel.edu.au, diakses 11 Juni 2001
Suharta, I.G.P. 2000. Pengkonstruksian Masalah oleh Siswa (Suatu Strategi Pembelajaran Matematika). Makalah disajikan pada Seminar Nasional Pengajaran Matematika di Sekolah Menengah yang dilaksanakan oleh Jurusan Matematika FMIPA UM. Malang, 25 Maret 2000.
Suparno, P. 1997. Filsafat Kontruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.
Suryanto, 1998. Problem Posing dalam Pembelajaran Matematika. Makalah disajikan pada Seminar Nasional: Upaya-upaya Meningkatkan Peran Pendidikan dalam Menghadapi Era Globalisasi. Program Pascasarjana IKIP Malang, 4 April 1998.
Sutawidjaja, A. 1997. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar. Jurnal Matematika, Ilmu Pengetahuan, dan Pengajarannya. Volume 26(2):175-187.
Sutiarso, S. 1999. Pengaruh Pembelajaran dengan Pendekatan Problem Posing Terhadap Hasil Belajar Aritmatika Siswa SMPN 18 Malang. Tesis tidak diterbitkan. Program Pascasarjana UM.
Yuhasriati, 2002. Pembelajaran Persamaan Garis Lurus yang Memuat Problem Posing di SLTP Laboratorium Universitas Negeri Malang. Tesis tidak diterbitkan. Program Pascasarjana UM.