SYARAT – SYARAT PROFESI KEGURUAN
NUR AFNI,S.Pd
Dari berbagai sumber dapat dijabarkan bahwa:
Khusus untuk jabatan guru, sebenarnya juga
sudah ada yang mencoba menyusun kriterianya. Misalnya National Education
Asosiasion (NEA) (1948) menyarankan kriteria berikut:
- Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual.
- Jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus.
- Jabatan yang memerlukan persiapan profesional yang lama (bandingkan dengan pekerjaan yang memerlukan latihan umum belaka).
- Jabatan yang memerlukan ‘latihan dalam jabatan’ yang bersinambungan.
- Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang permanen.
- Jabatan yang menentukan baku (standarnya) sendiri.
- Jabatan yang lebih mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi.
- Jabatan yang mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
Sekarang yang menjadi pertanyaan lebih lanjut
adalah apakah semua kriteria ini dapat dipenuhi oleh jabatan mengajar atau oleh
guru? Mari kita lihat satu persatu.
a.
Jabatan
yang Melibatkan Kegiatan Intelektual
Jelas sekali bahwa jabatan guru memenuhi
kriteria ini, karena mengajar melibatkan upaya-upaya yang sifatnya sangat
didominasi kegiatan intelektual. Lebih lanjut dapat diamati, bahwa
kegiatan-kegiatan yang dilakukan anggota profesi ini adalah dasar bagi
persiapan dari semua kegiatan profesional lainnya. Oleh sebab itu, mengajar
seringkali disebut sebagai ibu dari segala profesi (Stinnett dan Huggett,
1963).
b. Jabatan yang menggeluti Batang Tubuh Ilmu
yang Khusus
Semua jabatan mempunyai monopoli pengetahuan
yang memisahkan anggota mcreka dari orang awam, dan memungkinkan. Mereka
mengadakan gawasan tentang jabatannya. Anggota-anggota suatu profesi menguasi
bidang iimu yang membangun keahlian mereka dan melindungi masyarakat dari penyalahgunaan,
amatiran yang tidak terdidik dan kelompok tertentu yang ingin mencari
keuntungan (misalnya orang-orang yang tidak bertanggung jawab yang membuka
praktek dokter). Namun, belum ada kesepakatan tentang bidang ilmu khusus yang
melatari pendidikan (education) atau keguruan (tleaching) (Ornstein and Levine,
1984).
Terdapat berbagai pendapat tentang apakah
mengajar memenuhi persyaratan kedua ini. Mereka yang bergerak di bidang
pendidikan menyatakan bahwa mengajar telah mengembangkan secara jelas bidang
khusus yang sangat penting dalam mempersiapkan guru yang berwewenang.
Sebaliknya, ada yang berpendapat bahwa mengajar belum mempunyai batang tubuh
ilmu khusus yang dijabarkan secara ilmiah. Kelompok pertama percaya bahwa
mengajar adalah suatu sains. (science), sementara kelompok kedua mengatakan
bahwa mengajar adalah suatu kiat (art) (Stinnett dan Huggett, 1963). Namun
dalam karangan-karangan yang ditulis dalam Encyclopedia of Educational
Research, misalnya terdapat bukti-bukti bahwa pekerjaan mengajar telah secara
intensif mengembangkan batang tubuh ilmu khususnya (Terbitan edisi ketiga tahun
1960, misalnya memuai lebfh dari 1500 halaman hasil riset, sebagai bukti bahwa
profesi keguruan telah mengembangkan batang tubuh ilmu khususnya. Tiap tahun
dapat kita baca ribuan halaman laporan riset baru yang diterbitkan di
mana-mana, baik sebagai disertasi ataupun hasil riset para pelaksana
pendidikan). Sebaliknya masih ada juga yang berpendapat kihwa ilmu pendidikan
sedang dalam krisis identitas, batang tubuhnya lidak jelas, batas-batasnya
kabur, strukturnya sebagai a body of knowledge samar-samar (Sanusi et al.,
1991). Sementera itu, ilmu pi’iigetahuan tingkah laku (behavioral sciences),
ilmu pengetahuan alam, dan bidang kesehatan dapat dibimbing langsung dengan
peraturan dan prosedur yang ekstensif dan menggunakan metodologi yang jelas.
Ilmu pendidikan kurang terdefinisi dengan baik. Di samping itu, ilmu yang
terpakai dalam dunia nyata pengajaran masih banyak yang belum teruji
validasinya dan yang disetujui sebagian besar ahlinya (Gideonse, 1982, dan
Woodring, 1983).
Sebagai hasilnya, banyak orang khususnya
orang awam, seperti juga dengan para ahlinya, selalu berdebat dan berselisih,
malahan kadang-kadang menimbulkan pembicaraan yang negatif. Hasil lain dari bidang
ilmu yang belum terdefinisi dengan baik ini adalah isi dari kurikulum
pendidikan guru berbeda antara satu tempat dengan tempat lainnya, walaupun
telah mulai disamakan dengan menentukan topik-topik inti yang wajib ada dalam
kurikulum.
Banyak guru di sekolah menengah diperkirakan mengajar di luar dan bidang ilmu yang cocok dengan ijazahnya; misalnya banyak guru matematika yang tidak mendapatkan mayor dalam matematika sewaktu dia belajar pada lembaga pendidikan guru, ataupun mereka tidak disiapkan untuk mengajar matematika. Masalah ini sangat menonjol dalam bidang matematika dar. ilmu pengetahuan alam, walaupun sudah agak berkurang dengan adanya persediaan guru yang cukup sekarang ini.
Banyak guru di sekolah menengah diperkirakan mengajar di luar dan bidang ilmu yang cocok dengan ijazahnya; misalnya banyak guru matematika yang tidak mendapatkan mayor dalam matematika sewaktu dia belajar pada lembaga pendidikan guru, ataupun mereka tidak disiapkan untuk mengajar matematika. Masalah ini sangat menonjol dalam bidang matematika dar. ilmu pengetahuan alam, walaupun sudah agak berkurang dengan adanya persediaan guru yang cukup sekarang ini.
Apakah guru bidang ilmu pengetahuan tertentu
juga ditentukan oleh baku pendidikan dan pelatihannya? Sampai saat pendidikan
guru banyak yang ditentukan dari atas, ada yang waktu pendidikannya cukup dua
tahun saja, ada yang perlu tiga tahun atau harus empat tahun.
Untuk melangkah kepada jabatan profesional,
guru harus mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam membuat keputusan tentang
jabatannya sendiri. Organisasi guru harus mempunyai kekuasaan dan kepemimpinan
yang potensial untuk bekerja sama, dan bukan didikte dengan kelompok yang
berkepentingan, misalnya oleh lembaga pendidikan guru atau kantor wilayah
pendidikan dan kebudayaan beserta jajarannya.
c. Jabatan yang Memerlukan Persiapan Latihan
yang Lama
Lagi-lagi terdapat perselisihan pendapat
mengenai hal ini. yang membedakan jabatan profesional dengan non-profesional
antara lain adalah dalam penyelesaian pendidikan melalui kurikulum, yaitu ada
yang diatur universitas/institut atau melalui pengalaman praktek dan pemagangan
atau campuran pemagangan dan kuliah. Yang pertama, yakni pendidikan melalui
perguruan tinggi disediakan untuk jabatan profesional, sedangkan yang kedua,
yakni pendidikan melalui pengalaman praktek dan pemagangan atau campuran
pemagangan dan kuliah diperuntukkan bagi jabatan yang non-profesional (Ornstem
dan Levine, 1984). Tetapi jenis kedua ini tidak ada lagi di Indonesia.
Anggota kelompok guru dan yang berwenang di
departemen pendidikan Nasional berpendapat bahwa persiapan profesional yang
cukup lama amat perlu untuk mendidik guru yang berwenang. Konsep ini
menjelaskan keharusan memenuhi kurikulum perguruan tinggi, yang terdiri dari
pendidikan umum, profesional, dan khusus, sekurang-kurangnya empat tahun bagi
guru pemula (SI di LPTK), atau pendidikan persiapan profesional di LPTK paling
kurang selama setahun setelah mendapat gelar akademik SI di perguruan tinggi non-LPTK.
Namun, sampai sekarang di Indonesia, ternyata masih banyak guru yang lama
pendidikan mereka sangat singkat, malahan masih ada yang hanya seminggu,
sehingga tentu saja kualitasnya masih sangat jauh untuk dapat memenuhi
persyaratan yang kita harapkan.
d.
Jabatan
yang Memerlukan Latihan dalam Jabatan yang Sinambung
Jabatan guru cenderung menunjukkan bukti yang
kuat sebagai (jabatan profesional, sebab hampir tiap tahun guru melakukan
bcrbagai kegiatan latihan profesional, baik yang mendapatkan prnghargaan kredit
maupun tanpa kredit. Malahan pada saat sekarang bermacam-macam pendidikan
profesional tambahan diikuti guru-guru dalam menyetarakan dirinya dengan
kualifikasi yang telah ditetapkan. Dilihat dari kacamata ini, jelas kriteria ke
empat ini dapat Jipenuhi bagi jabatan guru di negara kita.
e.
Jabatan
yang Menjanjikan Karier Hidup dan Keanggotaan yang Permanen
Di luar negeri barangkali syarat jabatan guru
sebagai karier permanen merupakan titik yang paling lemah dalam menuntut bahwa
mengajar adalah jabatan profesional. Banyak guru baru yang hanya bertahan
selama satu atau dua tahun saja pada profesi mengajar, setelah itu mereka
pindah kerja ke bidang lain, yang lebih banyak menjanjikan bayaran yang lebih
tinggi. Untunglah di Indonesia kelihatannya tidak begitu banyak guru yang
pindah ke bidang lain, walaupun bukan berarti pula bahwa jabatan guru di
Indonesia mempunyai pendapatan yang tinggi. Alasannya mungkin karena lapangan
kerja dan sistem pindah jabatan yang agak sulit. Dengan demikian kriteria ini
dapat dipenuhi oleh jabatan guru di Indonesia.
f.
Jabatan
yang Menentukan Bakunya Sendiri
Karena jabatan guru menyangkut hajat orang
banyak, maka baku untuk jabatan guru ini sering tidak diciptakan oleh anggota
profesi sendiri, terutama di negara kita. Baku jabatan guru masih sangat banyak
diatur oleh pihak pemerintah, atau pihak lain yang menggunakan tenaga guru
tersebut seperti yayasan pendidikan swasta. Sementara kebanyakan jabatan
mempunyai patokan dan persyaratan yang seragam untuk meyakinkan kemampuan
minimum yang diharuskan, tidak demikian halnya dengan jabatan guru. Dari
pengalaman beberapa tahun terakhir penerimaan calon mahasiswa LPTK didapat
kesan yang sangat kuat bahwa skor nilai calon mahasiswa yang masuk ke lembaga
pendidikan guru jauh lebih rendah dibandingkan dengan skor calon yang masuk ke
bidang lainnya. Permasalahan ini mempunyai akibat juga dalam hasil pendidikan
guru nantinya, karena bagaimanapun juga mutu lulusan akan sangat dipengaruhi
oleh mutu masukan atau bahan bakunya, dalam hal ini mutu calon mahasiswa
lembaga pendidikan.
Dalam setiap jabatan profesi setiap anggota
kelompok dianggap sanggup untuk membuat keputusan profesional berhubungan
dengan iklim kcrjanya. Para profesional biasanya membuat peraturan sendiri
dalam daerah kompetensinya, kebiasaan dan tradisi yang berhubungan ili-dengan
pengawasan yang efektif tentang hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan dan
hal-hal yang berhubungan dengan langganan (klien)nya. Sebetulnya pengawasan
luar adalah musuh alam dari profesi, karena membatasi kekuasaan profesi dan
membuka pintu terhadap pengaruh luar (Ornstein dan Levine, 1984).
Dokter dan pengacara misalnya, menyediakan
layanan untuk masyarakat, sementara kliennya membayar untuk itu, namun tak
seorang pun mengharap bahwa orang banyak atau klien akan menulis resep ataupun
yang menulis kontrak. Bila klien ikut mempengaruhi keputusan dari praktek
dokter atau pengacara, maka hubungan profesional-klien berakhir. Ini pada
hakikatnya berarti mempertahankan klien dari mangsa ketidaktahuannya, di samping
juga menjaga profesi dari penilaian yang tidak rasional dari klien atau
khalayak ramai Peter Blau dan W. Richard Scott (1965: 51-52) menulis: “Professional
service … requires that the [professional] maintain independence of judgement
and not permit the clients’ wishes as distinguished from their interests to
influence his decisions.” Para profesional harus mempunyai pengetahuan dan
kecakapan membuat penilaian, sebaliknya tidak demikian dengan klien,
scbagaimana ditulis Blau dan Scott,“and the clients not qualified to evaluate
the services he needs.” Profesional yang membolehkan langganannya untuk
mengatakan apa yang harus dia kerjakan akan gagal dalam memberikan layanan yang
optimal.
Bagaimana dengan guru? Guru, sebagaimana
sudah diutarakan juga di atas, sebaliknya membolehkan orang tua, kepala
sekolah, pejabat kantor wilayah, atau anggota masyarakat lainnya mengatakan apa
yang harus dilakukan mereka. Otonomi profesional tidak berarti bahwa tidak ada
sama sekali kontrol terhadap profesional. Sebaliknya, ini berarti bahwa kontrol
yang memerlukan kompetensi teknis hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang
mempunyai kemampuan profesional dalam hal itu.
Kelihatannya untuk masa sekarang sesuai
dengan kondisi yang ada di negara kita, kriteria ini belum dapat secara
keseluruhan dipenuhi oleh jabatan guru.
g. Jabatan yang Mementingkan Layanan di Atas
Keuntungan Pribadi
Jabatan mengajar adalah jabatan yang
mempunyai nilai sosial yang tinggi, tidak perlu diragukan lagi. Guru yang baik
akan sangat berperan dalam mempengaruhi kehidupan yang lebih baik dari warga
negara masa depan.
Jabatan guru telah terkenal secara universal
sebagai suatu jabatan yang anggotanya termotivasi oleh keinginan untuk membantu
orang lain, bukan disebabkan oleh keuntungan ekonomi atau keuangan. Kebanyakan
guru memilih jabatan ini berdasarkan apa yang dianggap baik oleh mereka yakni
mendapatkan kepuasan rohaniah ketimbang kepuasan ekonomi atau lahiriah. Namun,
ini tidak berarti bahwa guru harus dibayar lebih rendah tetapi juga jangan
mengharapkan akan cepat kaya bila memilih jabatan guru. Oleh sebab itu, tidak
perlu diragukan lagi bahwa persyaratan ketujuh ini dapat dipenuhi dengan baik.
Arifin (2000) mengemukakan guru Indonesia
yang profesional dipersyaratkan mempunyai:
1.
Dasar
ilmu yang kuat sebagai pengejawantahan terhadap masyarakat teknologi dan
masyarakat ilmu pengetahuan di abad 21.
2.
Penguasaan
kiat-kiat profesi berdasarkan riset dan praksis pendidikan yaitu ilmu
pendidikan sebagai ilmu praksis bukan hanya merupakan konsep-konsep belaka.
Pendidikan merupakan proses yang terjadi di lapangan dan bersifat ilmiah, serta
riset pendidikan hendaknya diarahkan pada praksis pendidikan masyarakat
Indonesia.
3.
Pengembangan
kemampuan profesional berkesinambungan, profesi guru merupakan profesi yang
berkembang terus menerus dan berkesinambungan antara LPTK dengan praktek
pendidikan. Kekerdilan profesi guru dan ilmu pendidikan disebabkan terputusnya
program pre-service dan in-service karena pertimbangan birokratis yang kaku
atau manajemen pendidikan yang lemah.
Dengan adanya persyaratan profesionalisme
guru ini, perlu adanya paradigma baru untuk melahirkan profil guru Indonesia
yang profesional di abad 21 yaitu:
a.
Memiliki
kepribadian yang matang dan berkembang.
b.
Penguasaan
ilmu yang kuat.
c.
Keterampilan
untuk membangkitkan peserta didik kepada sains dan teknologi.
d.
Pengembangan
profesi secara berkesinambungan. Keempat aspek tersebut merupakan satu kesatuan
utuh yang tidak dapat dipisahkan dan ditambah dengan usaha lain yang ikut
mempengaruhi perkembangan profesi guru yang profesional.
Ada beberapa hal yang termasuk dalam
syarat-syarat Profesi seperti;
Standar unjuk kerja.
Lembaga pendidikan khusus untuk menghasilkan
pelaku profesi tersebut dengan standar kualitas.
Akademik yang bertanggung jawab.
Organisasi profesi
Etika dan kode etik profesi.
Sistem imbalan.
Pengakuan masyarakat.
Menurut Mukhtar
Lutfi, ada delapan kriteria yang harus dipenuhi agar
dapat disebut sebagai profesi, yaitu:
- Panggilan hidup yang sepenuh waktu,
- Pengetahuan kecakapan/ keahlian,
- Kebakuan yang universal,
- Pengabdian,
- Kecakapan diagnostik dan kompetensi aplikatif,
- Otonomi,
- Kode etik, dan
- Klien.
- Menuntut adanya keterampilan yang berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam.
- Menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya.
- Menuntut adanya tingkat pendidikan keguruan yang memadai.
- Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya.
- Memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan. (Drs. Moh. Ali, 1989)
Dari penjabaran-penjabaran diatas, dapat
disimpulkan bahwa syarat dari profesi keguruan yaitu sebagai berikut :
1.)
Standar
untuk bekerja
2.)
Ada
lembaga khusus untuk menghasilkan seorang guru yang memiliki standar kualitas
tinggi.
3.)
Akademik
yanbg bertanggung jawab
4.)
Memiliki
organisasi keguruan
5.)
Memiliki
kode etik dan etika keguruan yang diatur oleh pemerintah
6.)
Ada
imbalan/gaji
7.)
Pengakuan
dari masyrakat serta peka terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang
dilaksanakan.
8.)
Pengembangan
kemampuan yang berkesinambungan
9.)
Mementingkan
layanan di atas kepentingan pribadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar