LEARNING MATHEMATICS
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Pendidikan,
pada dasarnya adalah proses komunikasi yang didalamnya mengandung transformasi
pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan-keterampilan, di dalam dan di luar
sekolah yang berlangsung sepanjang hayat (life long process) dan generasi ke
generasi. Keberhasilan dalam dunia pendidikan tidaklah lepas
dari proses belajar mengajar, yang didalamnya
tidak lepas dari interaksi pendidik, peserta didik, dan sarana pendidikan serta pada lingkungan. Dalam interaksi
tersebut pendidik merupakan
sosok yang memiliki kedudukan yang sangat penting bagi pengembangan segenap
potensi peserta didik. Ia menjadi orang yang paling menentukan dalam
perancangan dan penyiapan proses pendidikan. Pendidik di haruskan
bisa berperan sebagai pengajar atau motivator dan fasilitator dalam belajar.
Perpaduan kedua peran tersebut mengacu pada tujuan yang sama yaitu memanusiakan
peserta didik secara operasional yang tersirat dalam pendidikan atau
pengajaran, termasuk juga dalam pembelajaran matematika.
Matematika
merupakan mata pelajaran yang diajarkan disemua jenjang pendidikan dari Sekolah
Dasar sampai Perguruan Tinggi. Matematika adalah ilmu yang berkenaan dengan
konsep abstrak yang disusun secara hierarki dan penalaran dedukatif yang
membutuhkan pemahaman secara bertahap dan berurutan. Pemahaman konsep merupakan
langkah awal yang diambil untuk melangkah pada tahap selanjutnya. Namun
Matematika umumnya dirasakan oleh sebagian besar peserta didik adalah mata
pelajaran yang sulit, akibatnya prestasi dan minat belajar peserta didik kurang
maksimal. Bahkan tidak hanya peserta didik, dalam proses belajar mengajar pada
umumnya guru pun menyadari bahwa
matematika dipandang sebagai mata pelajaran yang kurang diminati, ditakuti, dan
dihindari oleh sebagian besar peserta didik. Banyak peserta didik yang masih
kurang mampu dalam mempelajari matematika karena dianggap sebagai pelajaran
yang sulit. Hal ini menyebabkan peserta didik menjadi takut atau phobia pada
matematika, sehingga dibutuhkan pembelajaran yang bermakna melalui pengalaman
belajar matematika yang dibentuk oleh peserta didik. Pengalaman belajar
tersebut dapat dibentuk baik ketika pembelajaran dengan bimbingan pendidik
(dalam hal ini adalah guru) maupun di luar pembelajaran matematika. Pengalaman
belajar matematika yang dibentuk ketika pembelajaran yaitu dengan pelaksanaan pembelajaran
yang menarik. Oleh karena itu, sebagai calon pendidik diharapkan dapat
melakukan pembelajaran yang menarik dengan mengetahui dan memahami
konsep-konsep serta standar-standar dalam pembelajaran matematika sehingga
esensi pembelajaran matematika bisa difahami dengan baik oleh para peserta
didik.
1.2
RUMUSAN MASALAH
Beberapa rumusan
masalah yang akan di bahas dalam makalah ini antara lain:
1.
Apa macam-macam teori pembelajaran?
2.
Bagaimana konsep pembelajaran matematika?
3.
Apa standar-standar dalam pembelajaran matematika?
4.
Bagaimana tahapan dalam pembelajaran konsep
matematika?
5.
Bagaimana penerapan pembelajaran matematika
pada tingkat dasar?
1.3 TUJUAN
Beberapa
tujuan dalam makalah ini antara lain:
1.
Untuk mengetahui macam-macam teori
pembelajaran.
2.
Untuk mengetahui konsep pembelajaran
matematika.
3.
Untuk mengetahui standar-standar dalam
pembelajaran matematika.
4.
Untuk mengetahui tahapan dalam
pembelajaran matematika.
5.
Untuk mengetahui penerapan pembelajaran
mateamtika pada tingkat dasar.
1.4 BATASAN
MASALAH
Batasan
masalah dalam makalah ini adalah pembelajaran matematika pada tingkat dasar.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
TEORI
PEMBELAJARAN
2.1.1
Teori
Pembelajaran Behaviorisme
Menurut
Leonard M. Kedney dan Steve (1994), behaviorisme merupakan teori pembelajaran
yang memusatkan pada perilaku dan cara-cara meningkatkan perilaku yang dianggap
positif serta mengurangi perilaku yang tidak diinginkan (negative). Perilaku tersebut muncul
dengan menggunakan pelatihan atau pembiasaan. Sehingga perilaku akan semakin
kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman. Pada awal abad ke-20
teori stimulus-respon/behaviorisme muncul. Teori tersebut menjelaskan bahwa
pembelajaran terjadi ketika adanya ikatan atau hubungan yang terbentuk antara
stimulus dan respon. Thorndike, Pavlov, Skinner, dan lainnya menunjukkan
pengaruh dari rancangan keadaan yang berbeda dari macam-macam binatang. Salah
satunya yaitu berupa penguatan positif, seperti menghadiahkan makanan atau air
untuk binatang dalam setiap menjalankan tugasnya. Hasilnya binatang tersebut
dapat dilatih untuk merespon stimulus dengan menggunakan hadiah sebelumnya.
Behaviorisme memiliki sejarah
panjang dalam pengajaran, karena sebagian besar guru menganut teori stimulus-respon dengan melatih
otak. Pelaksanaan dan penerapannya berupa suatu kejadian dan keyakinan bahwa
pengulangan dapat membangun ikatan yang kuat. Sejak tahun 1930an para peneliti
dan para ahli teori meragukan teori stimulus-respon karena terlalu sederhana
untuk menjelaskan semua aspek pembelajaran. Jika pembelajaran hanya berlangsung
karena adanya stimulus dan respon, bagaimana seseorang dapat menciptakan kata baru,
gambar baru, musik baru, penemuan baru, atau bahkan teori baru. Sehingga teori
kognitif menyelidiki bagaimana pembelajaran dipengaruhi oleh bahasa dan
kebudayaan, pengalaman seseorang dan pengalaman social, niat dan motivasi.
2.1.2
Teori
Pembelajaran Kognitif
Teori kognitif meyakini bahwa
terdapat pengetahuan antara stimulus dan respon. Walaupun pengetahuan tidak
dapat diamati secara langsung, tetapi pengetahuan dapat menghasilkan respon
yang tinggi dari seseorang, Oleh sebab itu, manusia menjadi belajar untuk menciptakan
pemahaman khusus dari pengalaman mereka. Teori kognitif menjelaskan bahwa
pembelajaran melibatkan fungsi dan mekanisme. Model pengolahan informasinya
dengan membandingkan fungsi computer dan otak yang menjelaskan pembelajaran
dengan istilah bagaimana otak menerima, menyimpan, dan mengingat informasi
kembali layaknya pada komputer. Pengembang teori kognitif diantaranya yaitu
Jean Piaget, Richard Skemp, dan Jerome Bruner. Inti dari teori kognitif yaitu
berpusat pada ide dalam membangun pengertian dari pengalaman.
2.1.3
Perbedaan
Teori Pembelajaran Behaviorisme dan Kognitif
Perbedaan utama antara teori behavior
dan kognitif adalah sebagai berikut:
Perihal
|
Behaviorisme
|
Kognitivisme
|
Konsep dasar
|
Stimulus, respon,
penguatan
|
Pengetahuan yang
lebih tinggi (berpikir, membayangkan, memecahkan masalah)
|
Kiasan utama
|
manusia aktif
diibaratkan seperti mesin
|
Memproses informasi
dan diibaratkan seperti komputer
|
Subjek umum
penelitian
|
Binatang dan beberapa
manusia sebagai subjek penelitian
|
Manusia dan beberapa bukan
manusia sebagai subjek penelitian
|
Tujuan utama
|
Untuk menemukan
hubungan antara stimulus dan respon.
|
Untuk menarik
kesimpulan bahwa pengetahuan turut
andil dalam mempengaruhi dan menentukan perilaku
|
Jangkauan teori
|
Sering dimaksudkan
untuk menjelaskan semua aspek perilaku.
|
Umumnya dalam ruang
lingkup yang lebih terbatas, dimaksudkan untuk menjelaskan perilaku dengan
lebih khusus dan mengolahnya
|
Alhi teori yang
mewakili
|
Watson, Pavlov,
Guthrie, Skinner, Hull
|
Psikologi Gestalt,
Brunner, Piaget
|
Inti
perbedaan teori behavior dengan teori kognitif adalah adanya perbedaan
aspek-aspek dalam menjelaskan pembelajaran.
2.2 KONSEP PEMBELAJARAN MATEMATIKA
2.2.1
Fokos
pada Makna
Pada tahun 1930an, teori makna oleh
William Brownell meragukan pelaksanaan dari teori stimulus-respon. Teori makna
Brownell menganjurkan peserta didik harus memahami apa yang mereka pelajari
agar pembelajaran bersifat kekal/tetap/permanen. Brownell (dalam Leonard M.
Kedney dan Steve, 1994) menyatakan bahwa ketika peserta didik menemukan
pemecahan masalah sendiri, sementara mengingat makna konsep secara matematis
yaitu memanipulasi materi dan dibantu dengan pembelajaran lainnya, mereka
menunjukkan teori makna. Marilyn Burns seorang pendidik matematika terkenal,
juga menekankan pentingnya pembelajaran matematika bermakna. Dia menyarankan
agar guru harus melakukan apa yang masuk akal dari pada melakukan pengajaran
yang menghafalkan tanpa berpikir (Burns, 1993).
2.2.2
Tahap
Pembelajaran
Piaget
mendeskrisikan pembelajaran dalam empat tahapan, yaitu:
1.
Sensorimotor
Pada tahap sensori
motor berlaku antara sejak lahir dan usia 2 – 3 tahun. Dasar untuk pertumbuhan
jiwanya kelak dan pemahaman matematisnya dibangun pada tahap ini. Contonya
yaitu anak belajar mengenali orang dan sesuatu, serta belajar untuk mempertahankan
daya ingatnya yang telah dimiliki meskipun orang atau sesuatu tersebut tidak
lagi dapat dilihat. Kemampuan tersebut disebut dengan kekekalan wujud, yang diperlukan untuk menghubungkan pengalaman
baru dan pengalaman lampau dengan cara mengingat kembali pengalaman lampau
tersebut. Ketika “keluar dari penglihatan, keluar dari pikiran”, anak
membutuhkan sesuatu hal untuk mengingat suatu kejadian, benda, dan bahkan ide
ketika mereka tidak lagi dapat terlihat.
2.
Praoperasional
Tahap praoperasional berlaku
untuk usia 2 – 3 tahun hingga usia 6 – 7 tahun. Pada tahap ini anak secara
bertahap berubah dari egosentris yang didominasi pikiran dunia awal mereka
menjadi tahu akan perasaan dan sudut pandang lainnya dalam dunia mereka. Anak
membangun system symbol, yang menunjukkan pengalamannya seperti truk, cangkir
atau piring, orang atau angka. Penggambaran ide dan tingkah laku dengan benda
nyata merupakan langkah penting dalam memahami gambar dan symbol. Anak
mengonsep angka dengan benda nyata dan berinteraksi dengan rekannya dan orang tua.
3.
Operasional nyata
Tahap operasional nyata
berlaku untuk usia 7 – 12 tahun. Pada tahap ini anak menguasai susunan utama
pada angka, geometri, dan pengukuran. Bekerja dengan benda nyata merupakan
dasar dalam membangun konsep matematika yang ditunjukkan dengan gambaran
symbol, dan gambaran diri. Anak belajar system dasar dalam mengklasifikasi
berdasarkan atribut pada objek, kejadian, dan orang, serta persamaan dan
perbedaan objek tersebut. Mereka secara bertahap memikirkan beberapa atribut
secara bersamaan. Misalnya, kubus bewarna coklat, kasar, tebal, dan besar;
segitiga bewarna hijau, tipis, halus, dan kecil.
Anak pada tahap ini
juga dapat mengenal kebalikan dari suatu tingkah laku, seperti membuka dan
menutup pintu, atau bergabung dan memisahkan diri. Penjumlahan dan pengurangan
merupakan saling berkebalikan karena salah satunya merupakan kebalikan dari
yang lainnya.
4.
Operasional formal
Dimulai saat usia 11 – 13 tahun,
banyak cara dalam berpikir matematika, termasuk pemikiran yang proposional, dan
pemikiran yang saling berkaitan, yang diawali dan dimulai ketika usia remaja
sampai dewasa. Operasional formal menduga suatu kemungkinan dari anak dan orang
dewasa dari hipotesis, menganalisis keadaan dengan mempertimbangkan segala
factor, membuat penyelesaiannya, dan menguji kembali kenyatan tersebut.
Melaui tahapan pembelajaran dan
interaksi dengan objek, kejadian, dan orang beserta dunianya, anak membentuk
suatu pengertian dari pengalaman baru dengan menghubungkan pemgalaman lama
dengan pengalaman baru. Dengan pengalaman baru yang diterima, pengalaman baru
tersebut dibandingkan dengan pemahaman yang telah ada. Jika mereka tidak saling
berhubungan, mereka membentuk keadaan yang disekuilibrium (kehilangan
keseimbangan yang disebabkan situasi yang tidak stabil di mana beberapa
kekuatan lebih besar dari pada kekuatan yang lain). Disekuilibrium berakhir
ketika pembelajar menyesuaikan pengalaman barunya dengan menyesuaikan diri atau
merubah pemahamannya. Piaget melihat pembelajaran diawali dengan proses
memadukan dan menyesuaikan diri. Bingung dan salah merupakan proses alami dalam
memadukan dan menyesuaikan diri dan diperlukan bagian untuk membuat pemahaman
baru.
2.2.3
Interaksi
Sosial
Lev Vygotsky meyakini bahwa
interaksi antara peserta didik dengan dunia luar dipengaruhi oleh interaksi
social. Teori tersebut disebut dengan konstrukrivisme
social. Menurut Vygotsky (1962), pembelajaran ditingkatkan melalui dukungan
orang tua dan rekan-rekan dengan memberikan bahasa dan timbal balik ketika peserta
didik memproses pengalaman.
2.2.4
Pengalaman
Nyata
Ricard Skemo mendeskripsikan
pembelajaran terdiri atas dua tingkat, salah satunya yaitu pengalaman.
Interaksi dengan objek nyata yang terjadi pada tahap awal konsep pembelajaran
memberikan dasar untuk internalisasi pikiran (pemikiran terhadap suatu ajaran,
doktrin, atau nilai sehingga menjadikan keyakinan akan kebenaran doktrin atau
nilai yg diwujudkan dengan sikap dan perilaku). Nantinya, pengalaman nyata tersebut
diproses kembali pada tingkat inti. Intinya, pembelajaran sebelumnya yang
menjadi dasar untuk pembelajaran yang akan datang/berikutnya.
2.2.5
Tingkat
Representasi
Jerome Bruner (1960) tertarik
terhadap bagaimana anak mengenali dan menggambarkan suatu konsep. Seperti
Dienes, Bruner menganjurkan discovery learning dan pembelajaran melalui
aktivitas secara turun-menurun (bertahap). Tahapan awal Bruner yaitu enaktif, menunjukkan
peran objek nyata dalam pembelajaran. Tahapan kedua yaitu ikonik, yang
menunjukkan gambar atau grafik. Terakhir yaitu tahapan simbolik yang meliputi
penggunaan kata, angka, dan symbol lainnya yang menggambarkan suatu pemikiran,
ojek, dan tindakan. Tahapan Bruner menununjukkan hubungan antara tingkatan
Piaget dan Skemp serta pemikiran Diene mengenai pentingnya pengalaman nyata
dalam membangun suatu makna.
2.2.6
Pembelajaran
Prosedural
Pembelajaran
procedural, bagaimana cara melakukan sesuatu merupakan aspek penting lainnya
dalam matematika. James Hiebert dan Patricia Lefevre (1986) mendefinisikan
pengetahuan procedural sebagai proses mengenali symbol dan kaidah pembelajaran.
Penggambaran symbol diilustrasikan ketika anak mengidentifikasi “+” sebagai tanda
tambah atau penjumlahan tetapi tidak memahami apa arti dari penjumlahan. Kaidah
dan langkah pembelajaran merupakan pembelajaran procedural. Jika peserta didik
belajar prosedur tanpa makna, mereka sering menggunakan prosedur tidak pada
waktunya. Invers dan perkalian merupakan prosedur yang sering disalahgunakan
karena peserta didik tidak paham kapan atau mengapa prosedur digunakan.
Pengetahuan konseptual memberikan
arti prosedur. Pengetahuan konseptual merupakan pemahaman dari bermacam-macam
hubungan. Kemampuan perhitungan diperlukan dalam pemahaman konsep dibalik
prosedur. Jika ditanya untuk menemukan akar dari 950, peserta didik akan
mengatakan “saya tidak ingat langkahnya, tetapi jawabannya lebih dari 30 karena
sama dengan 900”. Peserta
didik
yang hanya menghafal prosedur dalam menghitung akar akan menjawab “saya tidak
ingat aturannya, jadi saya tidak tahu akar dari 950”.
2.2.7
Memori
Jangka Pendek dan Memori Jangka Panjang
Para
ahli kognitif meyakini bahwa proses kognitif terjadi antara stimulus dan respon.
Salah satu teori kognitif, proses
informasi menggunakan computer sebagai perumpamaannya. Pendapat behavior
mirip dengan ROM pada computer yang berfungsi hanya membaca saja, yang
merupakan awal dari pemrograman. Random
Acces Memory (RAM) merupakan memori jangka pendek dimana computer menerima
dan menyimpan sementara tetapi tidak menyimpan ketika dimatikan. Pembelajaran
menjadi permanen ketika pemikiran baru dan pengalaman diubah dari memori jangka
pendek menjadi memori jangka panjang, dimana hal tersebut disimpan untuk
diambil kembali dan digunakan. Informasi disimpan pada memori tetap computer
berdasarkan kebutuhan dan pilihan pengguna computer.
Lefrancois (2000) mendeskripsikan
persamaan dan perbedaan antara pembelajaran pada manusia dengan pembelajaran
pada computer menggunakan model dan perumpamaan. Jaringan saraf memiliki daya
tarik tersendiri karena merupakan cerminan dari struktur otak manusia dan
catatan alami bagi pembelajaran. Jaringan saraf mirip dengan pemikiran konstruktivis.
Dimana memori disimpan dan bagaimana mereka diingat kembali oleh otak yang
sekiranya dapat dikontrol oleh emosi,
motivasi, dan tujuan peserta didik. Hal apa yang penting untuk diingat dan
menyusun makna dari pengalaman dapat meningkatkan daya ingat dan diingat
kembali. Emosi yang kuat juga dapat membantu dalam memunculkan memori.
Mekanisme otak dibalik emosi, motivasi, dan tujuan manusia tidak semuanya dapat
dipahami dan dipelajari, walaupun banyak para ahli kognitif mulai meneliti
anatomi otak dan pemanfaatannya.
2.2.8
Membuat
Pola
Tiga
puluh tahun yang lalu, teknologi baru didesain untuk kedokteran yang digunakan
untuk mendiagnosis yang memungkinkan peneliti melihat bagian otak yang aktif
selama pembelajaran. Menurut Leslie Hart, pembelajaran terjadi karena otak
membangun dalam menemukan pola dan membuat hubungan antara pengalaman.
“Pembelajaran merupakan interaksi yang berawal dari pola kebingungan yang penuh
arti” (Hart 1983, halaman 67, dalam Leonard M. Kedney dan Steve, 1994). Hart
menyarankan 6 premis tentang bagaimana otak belajar membangun:
1.
Otak merupakan alat penemuan dengan pola
alami yang indah, bahkan diawal tahun.
2.
Penemuan dan identifikasi pola
melibatkan seluruh sifat dan hubungan-hubungan serta sangat dipercepat dengan
menggunakan petunjuk-petunjuk dan prosedur pengategorian.
3.
Memainkan petunjuk yang salah sebagai
peran penting.
4.
Otak menggunakan petunjuk dengan membuat
kemungkinan bukan dengan menambahkan.
5.
Pengenalan pola bergantung kuat pada
salah satu pengalaman yang membawa pada situasi.
6.
Anak-anak harus sering merubah pola yang
mereka miliki menjadi pengalaman baru yang sesuai.
Malahan walaupun untuk menjadi penerima
stimulus yang pasif, otak merupakan prosesor informasi aktif. Dimana otak
mengubah pengalaman menjadi pengetahuan yang masih dieksplorasi, tetapi pembentukan
hubungan sinaptik dan dendritik antara sel-sel otak tampaknya menjadi mekanisme
pembelajaran biologis. Jadi, kesimpulannya adalah bahwa otak membuat pengalaman
yang masuk akal dengan mencari hubungan antara informasi lama dengan informasi baru
(Jensen, 1998, halaman 90 – 98). Anak memproses pengalaman menjadi pengetahuan
dan kemampuan karena mereka memiliki otak.
2.2.9
Pemikiran
dalam Belajar
Pada
peninjauan implikasi dari penelitian otak terhadap pembelajaran, Eric Jensen (dalam
Leonard M. Kedney dan Steve, 1994) menemukan dua elemen penting: pertama,
pembelajaran merupakan tantangan, dengan informasi dan pengalaman baru, kedua,
ada beberapa cara untuk belajar dari
gagasan pengalaman melalui umpan balik secara interaktif. Apabila peserta didik
terlibat dalam hal yang baru, rumit, dan pengalaman yang bervariasi, mereka
akan menjadi pemikir yang kritis dan pemecah masalah.
Perumpamaan
pembelajaran dari computer dan otak dihubungkan dengan teori pembelajaran konstruktivis,
yaitu:
1.
Orang menciptakan makna dengan menemukan
hubungan dan pola sesuai dengan pengalamannya.
2.
Apa yang orang pelajari dan bagaimana mereka
belajar serta berapa lama mereka mengingat tergantung pada motivasi, tujuan,
dan emosi masing-masing peserta didik.
Manusia pasti belajar beberapa hal
menggunakan cara behavior. Kompor yang panas merupakan stimulus yang
membangkitkan respon waspada yang kuat, tetap, dan lama pada balita atau orang
dewasa. Pengulangan nomor telepon merupakan aktivitas yang disimpan dalam
memori jangka pendek. Tetapi manusia lebih menggunakan strategi pembelajaran
yang canggih dari pada naluri dan pengulangan, akibatnya mereka dapat bertindak
kreatif, dan memecahkan masalah. Teori kognitif merupakan perluasan pembelajarn
karena seseorang belajar ideosentris berdasarkan pengalamannya, tujuan,
interaksi social, dan tingkat kedewasaannya. Teori ini sangat rumit karena
pembelajaran manusia juga rumit.
2.3 STANDAR PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Untuk beberapa tahun
yang lalu program matematika dasar bersifat statis. Permintaan dunia kita saat
ini dari berbagi pengetahuan matematika sangat berbeda dengan permintaan di
masa lalu. Pada generasi sebelumnya orang-orang membutuhkan untuk bisa
meghitung dengan efisien dan akurat. Tapi sekarang banyak tugas perhitungan
dikerjakan oleh mesin. Kalkulator sekarang sangat murah dan dapat di peroleh
dengan mudah. Ketika mesin banyak digunakan oleh orang, maka kita butuh untuk
menegaskan kembali peran teknologi-teknologi di masyarakat. Hari ini dan di
masa yang akan datang yang dibutuhkan adalah seseorang yang bisa menguasai
teknologi-teknologi tersebut.
Kini program matematika
sekolah dasar harus mempertimbangakan area sasaran hasil yang lebih luas dari
pada sekedar kemampuan perhitungan. Kebutuhan skill dalam kehidupan sehari-hari
memang harus diajarkan, tetapi yang tak kalah penting juga ialah pengembangan
pemahaman pada anak-anak bukan penghafalan yang tanpa berpikir.
Persatuan guru
matematika (NCTM) mempublikasikan standar kurikulum dan evaluasi dalam pendidikan
matematika. Standar itu tercermin dalam visi dari kebutuhan literasi matematika
di dunia yang membutuhkan pemahaman dan pengaplikasian dari penyelesaian
masalah dan teknik pengambilan keputusan. Standar ini bisa membantu dalam mendesain,
implementasi dan evaluasi program matematika dasar yang diambil dari realita
masa sekarang dan di persiapkan untuk harapan masa depan.
Kurikulum dan evaluasi
NCTM untuk sekolah matematika fokus pada 5 tujuan umum untu para peserta didik:
1.
Bahwa peserta didik belajar pada nilai-nilai
matematika.
2.
Bahwa peserta didik mengembangkan
kepercayaan pada kemampuan mereka untuk menggunakan matematika.
3.
Bahwa peserta didik menjadi penyelesai
masalah (ditujukan sebagai penemu jawaban sederhana).
4.
Bahwa peserta didik belajar untuk
mengkomunikasikan hal-hal yang berhubungan dengan matematika.
5.
Bahwa peserta didik belajar untuk
menalar hal-hal yang berhubungan dengan matematika.
Dokumen NCTM tersebut memuat beberapa
standar pokok kurikulum untuk beberapa kelas yang berbeda. diantaranya standar untuk kelas K-4, standar untuk kelas
5-8. Standarnya ialah matematika sebagai penyelesaian masalah, matematika
sebagai komunikasi, matematika sebagai penalaran, matematika sebagai hubungan.
2.3.1.
Standar untuk kelas K-4.
2.3.1.1.
Standar 1: Matematika Sebagai
Penyelesaian Masalah
Pada tingkat K-4 pembelajaran matematika seharusnya
menekankan pada penyelesaian masalah sehingga bisa:
1.
Gunakan pendekatan penyelesaian masalah
untuk menyelediki dan memahami konten matematika.
2.
Rumuskan permasalahan-permasalahan dari
kehidupan sehari-hari dan situsi-situasi yang berhubungan dengan matematika.
3.
Kembangkan dan gunakan strategi-strategi
untuk menyelesaikan keragaman dari permasalahan-permasalahan.
4.
Menguji dan menginterpretasikan hasil
terhadap permasalahan semula
5.
Pelajari dengan yakin/pasti pada
penggunaan matematika dengan penuh arti.
2.3.1.2.
Standard 2: Matematika Sebagai Bahasa
Komunikasi
Pada kelas K-4, belajar matematika seharusnya
memasukkan banyak kesempatan untuk berkomunikasi sehingga murid bisa:
1. Menghubungkan
secara nyata materi-materi, gambar, dan diagram untuk ide-ide matematika.
2. Menggambarkan
dan menjelaskan pemikiran mereka tentang ide mateamtika dan situasi matematika.
3. Menghubungkan
bahsa mereka sehari-hari dengan bahasa dan simbol matematika.
4. Menyadari
bahwa diskusi, mendengarkan, mereprentasikan, menulis, dan membaca tentang
matematika adalah bagian yang sangat vital dari pembelajaran dan pengguanaan
matematika.
2.3.1.3.
Standard 3: Matematika Sebagai Penalaran
Pada tingakat K-4 belajar matematika seharusnya
menekankan penalaran sehingga murid bisa:
1. Menggambar
kesimpulan yang logis tentang matematika.
2. Menggunakan
model, mengetahui fakta, sifat-sifat, dan hubungan untuk menjelaskan pemikiran
mereka.
3. Memberikan
alasan jawaban mereka dan proses penyelesaiannya.
4.
Menggunakan pola/susunan dan hubungan
untuk menganalisa situasi-situasi matematika.
5. Mempercayai
bahwa matematika bermanfaat.
2.3.1.4.
Standar 4: Matematika sebagai Hubungan
Pada tingkat K-4 belajar matematika seharusnya
memasukkan banyak kesempatan untuk membuat keterhubungan-keterhubungna dalam
matematika sehingga murid bisa:
1.
Menghubungkan pengetahuan secara konsep
dan secara procedural.
2.
Menghubungkan bermacam-macam gambaran
dari konsep atau prosedur satu dengan prosedur yang lain.
3.
Mengenal keterhubungan antara topik yang
berbeda pada matematika.
4.
Menggunakan matematika pada kurikulum
yang berbeda.
5.
Menggunakan matematika dalam kehidupan
sehari-hari mereka.
2.3.1.5.
Standar tambahan untuk kelas K-4
termasuk:
1.
Estimasi.
2.
Bilangan
dan hal-hal yang berhubungan dengan bilangan.
3.
Konsep tentang operasi bilangan.
4.
Keseluruhan perhitungan bilangan.
5.
Geometri dan ruang.
6.
Pengukuran.
7.
Statistic dan peluang.
8.
Pemecahan dan bilangan decimal.
9.
Pola-pola dan hubungan-hubungan.
2.3.2.
Standar
untuk Kelas 5-8.
2.3.2.1.
Standar 1: Mathematika Sebagai
Penyelesaian Masalah
Pada
tingkat 5-8, kurikulum matematika seharusnya memasukkan banyak dan
bermacam-macam pengalaman dengan penyelesaian masalah sebagai metode penemuan
dan penggunakan sehingga murid-murid bisa:
1.
Gunakan pendekatan penyelesaian masalah
untuk menyelidiki dan memahami konten matematika.
2.
Merumuskan permasalahan dari situasi di
dalam maupun di luar matematika.
3.
Kembangkan dan aplikasikan beragam
strategi untuk menyelesaikan masalah dengan menekankan banyak langkah dan
permasalahan yang tidak biasa.
4.
Menguji dan menginterpretasikan hasil
terhadap permasalahan semula
5.
Generalisasikan penyelesaian dan
strategi pada situasi permasalahn yang baru.
6.
Pelajari dengan yakin/pasti pada
penggunaan matematika dengan penuh arti.
2.3.2.2.
Standard 2: Matematika Sebagai Bahasa
Komunikasi
Pada kelas 5-8 belajar matematika seharusnya
memasukkan banyak kesempatan untuk berkomunikasi sehingga murid bisa:
1.
Menggunakan model situasi secara oral,
tulis, kongkrit, gambar, secara grafik, dan secara metode aljabar.
2.
Menggambarkan dan menjelaskan pemikiran
mereka tentang ide mateamtika dan situasi matematika.
3.
Mengembangkan pemahaman tentang ide-ide
matematika termasuk peran dari definisi.
4.
Menggunakan kemampuan membaca,
mendengarkan, mengamati untuk menginterpretasikan dan mengevaluasi ide-ide
matematika.
5.
Mendiskudikan ide-ide matematika dan
membuat konjektur dan meyakinkan/mempertahan pendapat/argumentasinya.
6.
Menghargai nilai/makna dari simbol
matematika dan perannya dalam pengembangan ide-ide matematika.
2.3.2.3.
Standard 3: Matematika Sebagai Penalaran
Pada kelas 5-8
penalaran seharusnya masuk dalam kurikulum sehingga murid-murid bisa:
1.
Mengetahui dan mempergunakan penalaran
deduktiif dan induktif
2.
Memahami dan mempergunakan proses
penalaran dengan perhatian khusus untuk penalaran dengan sifat-sifat dan grafik
penalaran
3.
Membuat dan mengevaluasi konjektur dan
argumen matematika
4.
Mempertahankan pemikiran mereka sendiri
5.
Menghargai penggunaan penalaran sebagai
bagian dari matematika
2.3.2.4.
Standar 4: Matematika sebagai Hubungan
Pada kelas 5-8 pada kurikkulum matematika seharusnya
memuat pemeriksaan/penyelidikan tentang keterhubungan matematika sehingga peserta
didik dapat:
1.
Melihat matematika sebagai satu kesatuan
yang terintegrasi/terhubung
2.
Menyelidiki permasalahan-permasalahan dan
menguraikan hasil penggunaan grafik, numerik, aljabar, dan model matemtaika
verbal atau representasinya
3.
Menggunakan ide-ide matematika dalam
pemahaman mereka atau ide-ide matematika yang lain
4.
Menggunakan pemikiran dan model
matematika untuk menyelesaikan penyelesaian yang muncul pada disiplin ilmu yang
lain seperti seni, musik, psikologi, sains, dan bisnis.
5.
Menghargai peran matematika pada
kebudayaan dan pada masyarakat kita
2.3.2.5.
Standar tambahan untuk kelas 5-8
termasuk:
1.
Bilangan dan hubungan bilangan
2.
Sistem bilangan dan teori bilangan
3.
Perhitungan
4.
Pola-pola dan fungsi
5.
Aljabar
6.
Statistik
7.
Peluang
8.
Geometri
9.
Pengukuran
Selanjutnya mari kita
menguji dengan singkat standar di atas. Standar tersebut mewakili dasar
filosofi dalam pendekatan pengajaran dan pembelajaran matematika.
Contoh:
Untuk perkalian 16 dengan 25, kita
mungkin menggunakan pendekatan tradisional yang mana guru menunjukkan dan
menceritakan di kelas bagaimana menulis proses algoritma sebagai berikut:
25
Langkah pertama mengalikan 5 dengan 6
dan di dapatkan 30. Kita tulis 0 di bawah garis angka 6 dan menulis 3 dengan
ukuran kecil di atas 2 pada angka 25.
3
25
0
Selanjutnya kalikan 2 dengan 6 dan di
dapatkan 12, kemudian tambahkan dengan 3 sehingga didapatkan 15. Tulis angka 15
di samping kiri angka 0 di bawah ti garis. Setelah itu kita lupakan angka 3
kecil yang di tulis di atas angka 2
karena kita tidak membutuhkannya lagi.
25
150
Sekarang kalikan 5 dengan 1, tulis
jawaban 5, letakkan di bawah angka 5 pada angka 150. Kemudian kalikan 2 dengan
1 tulis jawaban di sebelah kiri angka 5.
25
150
25
Langkah
terakhir tulis penjumlahan di bawah garis seperti berikut
25
150
400
Cara yang lain dalam pengerjaan
perkalian 25 dengan 16 adalah ssebagai berikut: yaitu menggunakan keterhubungan
antara 25 x 16 dan (a + b)(c+d). 25 x 16 bisa di tulis (10+6)(20+5) atau
20 + 5 a
+ b
120 +
30 ad + bd
200 + 120 + 50 + 30 ac + ad + bc + bd
Teknik
penyelesaian yang lain mungkin menekankan pada interpretasi yang lain tentang
apa 16 kali sebanyak 25. Pendekatan yang lain ini dengan soal yang sama namun
dengan bentuk penyelesaian yang berbeda seperti da 8 kelompok dan tiap kelompok
berisi 50 atau ada 4 grup tiap grup berisi 100 dan lain-lain.
2.4
TAHAPAN
PEMBELAJARAN KONSEP MATEMATIKA
Menurut Dienes ada enam tahapn dalam
pengajaran dan pembelajaran konsep matematika, yaitu:
1. Bermain
Bebas
Pada tahapan bermain bebas dalam
pembelajaran konsep dapat berupa aktivitas yang tidak terstruktur dan aktivitas
yang dilakukan secara tidak langsung dengan membiarkan peserta didik
bereksperimen dan memanipulasi serta menggambarkan bentuk abstrak dari konsep
yang dipelajari. Pada tahapan ini , pengalaman awal peserta didik merupakan
komponen untuk membentuk konsep melalui interaksi dengan lingkungan yang
menggambarkan konsep secara nyata. Intinya, pada tahapan ini peserta didik
disiapkan untuk memahami konsep struktur matematika.
2. Permainan
Setelah tahapan bermain bebas
dengan penggambaran konsep, peserta didik akan mulai mengamati pola dan aturan
yang diwujudkan dalam konsep, yaitu melalui permainan. Pada tahap permainan,
peserta didik dibiarkan untuk melakukan permainan sesuai dengan aturan guru
untuk memulai menganalisa struktur konsep matematika. Permainan yang
bermacam-macam dengan representasi yang berbeda dapat membantu peserta didik
untuk menemukan konsep matematka.
3. Penemuan
Setelah bermain permainan menggunakan representasi konsep yang berbeda, peserta
didik mungkin tidak dapat menemukan konsep struktur matematika yang telah
direpresentasikan. Jika hal tersebut terjadi, menurut Dienes, guru dapat
membantu peserta didik untuk menemukan struktur pada konsep contoh dengan
menunjukkan bagaimana masing-masing contoh dapat diterjemahkan ke dalam contoh
lain tanpa mengubah sifat umum pada semua contoh. Hal
tersebut menunjukkan sifat-sifat umum yang ditemukan pada setiap contoh dengan
memperhatikan beberapa contoh lain secara bersamaan.
4. Representasi
Representasi dari konsep biasanya
akan lebih abstrak dari contoh dan akan membawa siswa lebih dekat untuk
memahami struktur matematika abstrak yang mendasari konsep.
5. Penyimbolan
Pada tahap ini, peserta didik
membutuhkan formula dan simbol matematika untuk menjelaskan representasi
konsep. Misalkan untuk teorema Phytagoras, peserta didik akan mudah mengingat
dan menggunakan
dari pada “untuk segitiga siku-siku, kuadrat
dari sisi miring diperoleh dari jumlah kuadrat dari kedua sisi-sisi lainnya”.
6. Formalisasi
Pada tahap ini, peserta didik memeriksa kesimpulan
dari konsep dan menggunakan konsep untuk memecahkan masalah matematika murni
dan terapan.
2.5
PENERAPAN
PEMBELAJARAN MATEMATIKA PADA TINGKAT DASAR
Penemuan metode
pembelajaran didasarkan pada teori Bruner, yaitu proses lebih penting dari pada
hasil. Peserta didik dibimbing langkah demi langkah melalui pengalaman belajar.
Pada
tahun1950’an, Pierre Van Hiele dan Dina Van Hiele-Geldof mendiskripsikan teori
pembelajaran geometri merujuk dari van
hiele model. Teori diidentifikasikan menjadi lima level. Lebih jelasnya,
peserta didik diberi instruksi yang sesuai untuk membantu proses dari satu
level menuju level yang lain. Peserta
didik dapat menyelesaikan satu level
dengan menyelesaikan level sebelumnya. Peserta didik pertama kali dapat
mengenal bentuk (level 0), kemudian menemukan bagian dari bentuk (level 1), dan
menjelaskan bagian dari bentuk itu (level 2). Level 3 dan 4 pelajar dapat
mengerjakan dengan benar dan disertakan dengan pembuktian.
Contoh
5 level tersebut :
1.
Level
0
: peserta didik dapat mendeskripsikan gambar dan bentuknya seperti persegi,
lingkaran, sudut dan lain-lain.
2.
Level
1:
peserta didik dapat menganalisis hubungan antara gambar dan bentuk didasarkan
pada komponen- komponen, dan menemukan bagian dari bentuk melalui pengukuran,
penggambaran.
3.
Level
2:
peserta didik mampu menjelaskan hubungan antara bagian-bagian yang ditemukan
pada level 1 dan 0.
4.
Level
3:
peserta didik dapat membuktikan teori menggunakan pembuktian deduktif.
5.
Level
4:
peserta didik dapat menyimpulkan beberapa hasil pemikiran menjadi satu
kesimpulan.
Secara garis besar, level 1 dan 2 peserta
didik difokuskan pada bagian – bagian model yang dilihat secara visual. Pada
level 3 dan 4 peserta didik dapat mencapai posisi dimana dapat membuktikan
secara abstrak dan simbolik.
Sebagian besar
tingkatan di atas anak SD, memulai
memahami matematika dengan sebuah proses dan sebuah cara berpikir daripada
hanya pembuktian aturan dan rumus. Beberapa peserta didik yang telah dewasa
akan memulai bertanya kenapa dan bagaimana teknik dan prosedural yang mereka
pelajari digunakan pada materi selanjutnya.
Pondasi utama dalam mempelajari matematika adalah konsep
(seperti, lebih besar dari, pembagian secara merata, dan persentase bagian dan
lain-lain). Konsep akan membuat peserta didik dapat melakukan operasi yang akan dikerjakan. Konsep
akan menghasilkan kerangka kerja yang dipelajari dan di
pertahankan. Konsep juga menyediakan peserta
didik dengan berbagai wawasan yang diperlukan
untuk menerapkan dan beradaptasi terhadap apa yang mereka ketahui. Peserta
didik yang memiliki latar belakang konsep yang
matang akan dapat berpikir secara matematis.
2.5.1
Taman Kanak-kanak.
Mata
pelajaran matematika di TK secara umum berkarakteristik untuk mengajak
anak-anak menggali dan mengenal matematika dengan pelajaran nonformal. Program
yang dibuat sebaiknya didesain bagi anak-anak untuk menambah dan mengembangkan
perbendaharaan matematika melalui interaksi lingkungan. Observasi,
rekonstruksi, pengembangan dan analisis pola merupakan explorasi bebas sebagai dasar penyusunan
matematika. Memuat pola merupakan dasar dari matematika. Piaget’s menekankan konsep
ini sangat kuat. Pengenalan dan pengembangan pola merupakan dasar untuk
pemecahan masalah.
Dalam mengajarkan
perhitungan, jangan memaksa anak untuk langsung melakukan perhitungan dengan
angka. Langkah awal membuat perbandingan dan melihat hubungan dalam perhitungan
yang merupakan fase penting dalam meningkatkan pemahaman anak terhadap
matematika. Peserta didik harus
dapat memahami konsep sebagaian sebelum memahami seluruhnya. Peserta
didik harus mengetahui angka dari berbagai
materi yang berbeda. Peserta didik akan
menemukan dan mengelompokkan pola serta kombinasinya dengan permainan angka.
Dengan dasar ini dapat membuat peserta
didik mengerjakan angka secara abstrak dengan
mudah.
2.5.2
SD Kelas 1
Secara
umum materi kelas 1 merupakan transisi dari aktivitas kesiapan informal menjadi
pengenalan yang lebih terstruktur bagi peserta didik untuk menghadapi kelas utama dan menengah. Matematika
kelas 1 seharusnya dimulai dengan mereview hubungan dan angka yang telah
diberikan saat TK. Peserta didik
seharusnya sudah dapat menghitung, mengenali jumlah angka, mencocokkan angka.
Pelajaran pertama harus mengajak peserta didik untuk mempelajari materi ke level yang sesungguhnya, angka abstrak dan
real peserta didik juga harus lebih bisa
mengerjakan di atas kertas.
Menggunakan
kumpulan benda-benda, konsep penjumlahan di kembangkan dari benda nyata ke
tingkat abstrak. Mula-mula tuliskan kosep penjumlahan dengan cerita daripada
mengajukan pertanyaan langsung “berapa 2 ditambah 3?”. Hindari penulidan simbol
angka seperti 2 + 3 = [ ] , sampai anak-anak mengerti konsep penjumlahan. Dua
model yang digunakan untuk mengenalkan konsep penjumlahan adalah kumpulan benda
dan garis bilagan. Ada 3 tipe pengurangan yg diajarkan mengambil, perbandingan, dan penambahan.
Dengan
demikian dasar dari penjumlahan dan pengurangan seharusya sudah tertaman dalam peserta
didik. Setiap langkah dalam pengembangan
penjumlahan dan pengurangan harus dimasukkan dalam pengembangan kemampuan
pemecahan masalah. Penambahan dan pengurangan sudah saatnya mencapai puluhan.
Kemudian dilanjutkan dengan penambahan 2 digit angka dengan 1 digit angka,
konsep ini akan menjadi sepenuhnya abstrak (diatas kertas).
Peserta didik membutuhkan banyak pengetahuan untuk mengelompok
puluhan dan satuan, pembedaan dilakukan dengan memisahkan kelompok satuan dan
puluhan, peserta didik juga harus dapat
mengurutkan bilangan dari terkecil
sampai terbesar untuk tiap-tiap kelompok.
Pelajaran menghitung
biasanya termasuk, uang, waktu, dan jarak. Konsep waktu sangat abstrak dan susah
untuk dikembangkan, peserta didik harus mamapu membayangkan sampai 60. Pelajaran ini sangat bermanfaat
bagi peserta didik, hindari istilah
setengah jam, dan seperempat jam untuk saat ini. Sedangkan satuan jarak yang
yang digunakan biasanya inci, sentimeter, dan meter.
2.5.3
SD Kelas 2
Pada
matematika kelas 2 memberikan kesempatan untuk menguatkan pelajaran yang
didapat pada TK dan kelas 1 menjadi lebih dalam. Pada masa ini juga akan lebih
terlihat perbedaan antara individu, peserta didik juga akan menggunakan metode matematika dasar seperti
menghitung dengan jari. Peserta didik
juga harus bisa beralih dari objek nyata ke bentuk abstrak (diatas kertas)
matematika.
Dengan
menggunakan pendekatan kurikulum spiral, bagian awal kelas 2 di pusatkan untuk
memperkuat kemampuan dan konsep yg telah diketahui, dan dalam pengajaran
kembali konsep yang masih belum jelas. Jumlah angka yag diketahui setidaknya
mencapai 999 dan menuliskan angka sampai
duapuluhan atau tigapuluhan.
Konsep
penempatan nilai (satuan, puluhan ,ratusan dll) direview dan dikembangkan ke
ratusan dan kadang-kadang ke ribuan. Hal ini sangat penting untuk peserta
didik karena ini dapat dijadikan jembatan untuk
mengubah dari bendanyata menuju abstrak.
Penambahan
dan pengurangan direview dan kembangkan dengan perhatian yang besar saat
pengelompokan ulang. Pengetahuan dasar dalam menjumlahkan dan pengurangan
sangat penting di kelas 2. Hal ini harus dikuasai untuk memulai pelajaran
perkalian.
Penjumlahan
dan pengurangan harus di kembangkan menjadi puluhan angka dan ratusan.
Pengembangan notasi dan bentuk algoritma panjang akan membantu peserta
didik untuk mengembangkan standar algoritma
pendek. Perkalian dikenalkan pada kelas 2 dengan beberepa model pembelajaran
antara lain . Gabungan objek-objek, garis bilangan, susunan, dan penjumlahan
berturut-turut. Jangan meminta peserta didik untuk menghafalkan perkalian pada saat ini. Menghitung dengan benda dan
sejenisnya kan lebih dapat diterima oleh peserta didik daripada 3 X 4 = ?
Pembagian juga mulai di
perkenalkan, hubungkan pengurangan dengan pembagian dan ikuti cara yg sama pada
perkalian. Konsep pecahan bisanya di kenalkan secara informal pada kelas 2.
Konsep pecahan di kenalkan pada kelas 4 atau 5. Jangan biaran peserta
didik menghitung dengan pecahan. Jarak, waktu,
dan ukuran dikenalkan dan dikembangkan kembali pada kelas 2.
2.5.4
SD Kelas 3
Sebelum
sekolah dimulai, guru kelas 3 seharusnya berkonsultasi dengan guru kelas 2.
Dengan demikian program kelas 3 seharusnya dapat dimulai. Matematika kelas 3
biasanya dimuali dengan review mengenai penambahan dan pengurangan. Penjumlahan
dan pengurangan dasar harus dapat dikuatkan sebelum mengenal labih dalam
terhadam perkalian.
Bagian
awal pelajaran kelas 3 seharusnya mengajarakan kembalai konsep yang telah
didapat. Angka yg harus dipelajari sampai 1000 termasuk menghitung, membaca,
menulis dan mengunakan operasi aritmatik.
Simbol
perkalian diperkenalkan baik itu perkalian horisontal dan vertikal. Peserta
didik seharusnya sudah mulai mengerti cara
perkalian dasar.perkalian dikembangakan dengan puluhan dan ratusan dikalikan
dengan satuan.
Pembagian dikenalkan
kembali dan disajikan bersamaan dengan perkalian. Untuk mengembangakn pembagian
pada peserta
didik dapat menggunakan model seperti pada
perkalian yaitu, kelompok, garis bilangan, susunan dan penjumlajan berurutan.
Simbol yang digunakan biasanya (:) ,
jangan memperkenalkan ÷ sampai kelas berikutnya. Pada ukuran, biasanya uang
digunakandan konsep penukaran dipakai. Waktu juga mulai mengenal menit dan jam,
konsep hari, minggu, bulan , tahun juga diperkenalkan.
2.5.5
SD Kelas 4
Kelas 4 seharusnya di mulai dengan tes percobaan sehingga
guru dapat mengevalusai perkembangan matematika peserta didik dan menemukan cara pengajaran yg tepat. Pengertian
satuan bilangan harus di evaluasi dan dikembangkan lebih lagi. Peserta
didik juga harus di berikan banyak latihan untuk membaca dan menulis angka besar. Nol juga
diperkenalkan sebagai agka dan angka romawi juga mulai diberikan seperti simbol
50 dan 100 (L & C)
Kemampuan peserta didik dalam penjumlahan dan pengurangan harus terevaluasi
serta dapat mengerjakan bilangan besar, Pada kelas empat yang ditekankan adalah
perkalian dan pembagian. Setelah mengerti perkalian sekarang peserta
didik harus mengingat dasar perkalian. Hanya
perkalian satuan yang di berikan pada kelas 4. Pengembangan untuk semua
bilangan pembagian harus searah dengan semua bilangan perkalian. Dasar
pembagian seharusnya di hubungkan dengan perkalian dengan demkian peserta
didik dapat memuali menghafal.
Pecahan
menjadi topik utama di kelas 4. Konsep penyamaan pecahan dikembangkan.
Penjumlahan dan pengurangan pecahan mulai diperkenalkan. Ukuran di kembangkan lagi menjadi setengah
dan seperempat inci. Mengukur cairan, berat
dilanjutakan. Mengukur suhu disajikan dengan fahrenheit, termasuk diatas
dan dibawah 0, waktu ditekankan pada detik, menit, jam, hari minggu, bulan, dan
tahun.
2.5.6
SD Kelas 5
Pelajaran matematika kelas 5 menjadi penting
karena semua konsep dasar matematika telah di pada SD kecuali decimal dan
persen, telah dikenalkan dan penghafalan operasi dasar telah selesai. Sistam
satuan bilangan sudah dimengerti oleh peserta didik. Peserta didik
harus bisa membaca, menulis, dan mnghitung angka. Operasi dengan seluruh angka
di tinjau kembali dan dikembangkan menjadi lebih besar. Setelah pemahaman
penbagian diperoleh peserta didik, kalkulator
bisa mulai diperkenalkan untuk mengerjakan secara mudah dan singkat. Pemahan
konsep pecahan di lanjutkan. Peserta didik
juga memerlukan kemampuan untuk menghitung kpk dan fpb serta kemampuan untuk
merubah bentuk pecahan ke dalam bentuk desimal. Menulis pecahan dalam bentuk
terkecil dan menghitungnya juga dikenalkan. Desimal sering dihubungkan dengan
pecahan. Bilangan rasional bisa ditulis dalam 2 bentuk yaitu pecahan dan
desimal.
Konsep pembulatan angka
harus diperkenalkan. Peserta didik perlu melakukan pembutan antara atas dan bawah. Mereka juga perlu
belajar bagai mana melakukan pembulatan untuk menemukan jawaban yang benar.
Ukuran panjang tetap digunakan dan peserta didik harus bisa melakukan sistam pengubahan. Pengukuran dihubungkan dengan
bentuk sederhana dengan konsep menghitung luas dan keliling. Rumus luas dan
keliling diperkenalkan dengan model. Beberapa pertimbangan diberikan untuk
aritmatik. Menggambar skala juga diperkenalkan pada kelas 5.
2.5.7
SD Kelas 6
Peserta didik diasumsikan sudah mahir dalam operasi dasar
matematika untuk semua bilangan sejak
kelas 4, dan mulai ngenal konsep matematika lebih jauh di kelas 5, tujuan utama
kelas 6 adalah :
1.
Operasi aritmatika yg
lebih rumit mulai diperkenalkan
2.
Pengenalan bilangan terhingga
dan
3.
Penerapan untuk operasi
aritmatik dengan pengaplikasian yang lebih luas.
Peserta didik seharusnya sudah dapat membaca dan menuliskan segala
macam angka. Sistam angka di kembangkan lebih
seperti penambahan desimal, bilangan ribuan bahkan jutaan. Pembulatan
angka dan desimal serta semua angka dan opersinya direview. Test juga dapat
digunakan untuk menghitung kelebihan dan kekurangan pemahaman matematika peserta
didik. Pecahan bisa di review, termasuk
penjumlahan dan pengurangan dari pecahan. Perkalian dan pembagian pecahan mulai
dikembangkan lagi dari konsep objek menuju abstrak. Pelajaran perkalian dan pembagian pecahan
diluaskan sampai angka campuran hingga mencapai pengembangan algoritma.
Kebanyakan
kelas 6 mengembangakan kembali desimal dari objek nyata ke abstrak. Bentuk
pecahan dan desimal dituliskan kembali dengan bentuk yang berbeda. Persentase
juga mulai di kenalkan. Pengertian pecahan harus disajikan dalam bentuk nyata dan
dihubungkan dengan desimal dan pecahan. Operasi yang melibatkan persen bisa di
berikan pada tahap ini.
Semua satuan ukuran di
review dan dikembangkan lagi. Luas dan keliling dihubungkan dengan bentuk
geometri. Grafik, tabel, gambar skala, dam peta dipelajari. Pengajaran ini
telah di desain untuk menghasilkan review sederhana dari matematika SD. Satu yang
harus diingat bahwa matematika SD akan berubah-ubah menyesuaikan sekolah.
Sekarang kita siap untuk mempertimbangkan kedalaman pelajaran dan bagaimana
kemampuan bermatematika dikembangakan di
SD.
BAB
III
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
Berdasarkan rumusan
masalah dan pembahasan yang pembelajaran matematika khususnya pada tingkat
dasar, dapat ditarik kesimpulan yaitu sebagai berikut:
1. Umumnya
terdapat dua teori pembelajaran, yaitu teori pembelajaran behaviorisme dan
teori pembelajaran kognitif. Teori pembelajaran behaviorisme menjelaskan bahwa
pembelajaran terjadi ketika adanya ikatan atau hubungan yang terbentuk antara
stimulus dan respon, sedangkan teori pembelajaran kognitif menjelaskan bahwa dalam
pembelajaran terdapat pengetahuan antara stimulus dan respon sehingga melibatkan
fungsi dan mekanisme.
2. Konsep
pembelajaran matematika diantaranya berfokus pada makna sehingga menciptakan pembelajaran
yang bermakna, adanya tahapan pembelajaran yang akan membentuk pengalaman
belajar anak dengan menghubungkan pengalaman lama dan pengalaman baru, adanya
interaksi social yang membantu peserta didik memproses pengalaman, adanya
pengalaman nyata yang memberikan dasar
untuk internalisasi pikiran, adanya representasi dalam pembelajaran, adanya
pembelajaran secara procedural, adanya memori jangka pendek dan memori jangka
panjang yang berfungsi mengingat dan menyusun makna dari pengalaman, bersifat membangun
dalam menemukan pola serta membuat hubungan antara pengalaman-pengalaman yang
dimiliki, dan adanya pemikiran dalam belajar.
3. Inti
standar-standar pembelajaran dalam matematika ialah matematika sebagai
penyelesai masalah, matematika sebagai komunikasi, matematika sebagai
penalaran, matematika sebagai hubungan.
4. Tahapan
dalam pembelajaran matematika terdiri dari bermain bebas yaitu peserta didik
bereksperimen dan memanipulasi serta menggambarkan bentuk abstrak dari konsep
yang dipelajari, peserta didik melakukan permainan sesuai dengan aturan guru
untuk memulai menganalisa struktur konsep matematika, peserta didik untuk
menemukan struktur pada konsep contoh, representasi, penyimbolan, dan peserta
didik memeriksa kesimpulan dari konsep dan menggunakan konsep untuk memecahkan
masalah matematika murni dan terapan.
5. Penerapan
pembelajaran matematika yaitu dengan membimbing peserta didik langkah demi
langkah melalui pengalaman belajar. Di samping itu perlu diketahui bahwa pondasi utama dalam mempelajari matematika adalah
konsep karena konsep akan menghasilkan kerangka kerja yang dipelajari dan dipertahankan
serta menyediakan peserta didik dengan berbagai wawasan yang diperlukan untuk
menerapkan dan beradaptasi terhadap sesuatu yang mereka ketahui.
DAFTAR
PUSTAKA
Bell F. H. 1978. Teaching
and Learning Mathematics (in Secondary schools). USA: W. C. Brown Company.
Heddens,
James W. and Speer, William R. 2001. Today’s
Mathematics. United States of America: Elm Street Publising Services, Inc.
Kennedy, M.
Leonard and Tipps, Steve. 2003. Guiding
Children’s Learning Of Mathematics. United States of America: Wadsworth.
Seterland R.
2007. Teaching for Learning Mathematics. Graw Hill: Upon
University Press MC.
.
Casinos with slots for free at casinosites.one
BalasHapusA complete list of 바카라사이트쿠폰 casinos with slots for free at casinosites.one! 검증 업체 먹튀 랭크 We have listed all the 뭐 먹지 룰렛 best 벳시티먹튀 free online 슬롯 추천 casinos with slots for free in December 2021.