Minggu, 31 Maret 2013

LEARNING MATHEMATICS


LEARNING MATHEMATICS

BAB I
PENDAHULUAN

1.1    LATAR BELAKANG
Pendidikan, pada dasarnya adalah proses komunikasi yang didalamnya mengandung transformasi pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan-keterampilan, di dalam dan di luar sekolah yang berlangsung sepanjang hayat (life long process) dan generasi ke generasi. Keberhasilan dalam dunia pendidikan tidaklah lepas dari proses belajar mengajar, yang didalamnya tidak lepas dari interaksi pendidik, peserta didik, dan sarana pendidikan serta pada lingkungan. Dalam interaksi tersebut pendidik merupakan sosok yang memiliki kedudukan yang sangat penting bagi pengembangan segenap potensi peserta didik. Ia menjadi orang yang paling menentukan dalam perancangan dan penyiapan proses pendidikan. Pendidik di haruskan bisa berperan sebagai pengajar atau motivator dan fasilitator dalam belajar. Perpaduan kedua peran tersebut mengacu pada tujuan yang sama yaitu memanusiakan peserta didik secara operasional yang tersirat dalam pendidikan atau pengajaran, termasuk juga dalam pembelajaran matematika.
Matematika merupakan mata pelajaran yang diajarkan disemua jenjang pendidikan dari Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi. Matematika adalah ilmu yang berkenaan dengan konsep abstrak yang disusun secara hierarki dan penalaran dedukatif yang membutuhkan pemahaman secara bertahap dan berurutan. Pemahaman konsep merupakan langkah awal yang diambil untuk melangkah pada tahap selanjutnya. Namun Matematika umumnya dirasakan oleh sebagian besar peserta didik adalah mata pelajaran yang sulit, akibatnya prestasi dan minat belajar peserta didik kurang maksimal. Bahkan tidak hanya peserta didik, dalam proses belajar mengajar pada umumnya guru pun  menyadari bahwa matematika dipandang sebagai mata pelajaran yang kurang diminati, ditakuti, dan dihindari oleh sebagian besar peserta didik. Banyak peserta didik yang masih kurang mampu dalam mempelajari matematika karena dianggap sebagai pelajaran yang sulit. Hal ini menyebabkan peserta didik menjadi takut atau phobia pada matematika, sehingga dibutuhkan pembelajaran yang bermakna melalui pengalaman belajar matematika yang dibentuk oleh peserta didik. Pengalaman belajar tersebut dapat dibentuk baik ketika pembelajaran dengan bimbingan pendidik (dalam hal ini adalah guru) maupun di luar pembelajaran matematika. Pengalaman belajar matematika yang dibentuk ketika pembelajaran yaitu dengan pelaksanaan pembelajaran yang menarik. Oleh karena itu, sebagai calon pendidik diharapkan dapat melakukan pembelajaran yang menarik dengan mengetahui dan memahami konsep-konsep serta standar-standar dalam pembelajaran matematika sehingga esensi pembelajaran matematika bisa difahami dengan baik oleh para peserta didik.
1.2    RUMUSAN MASALAH
Beberapa rumusan masalah yang akan di bahas dalam makalah ini antara lain:
1.         Apa macam-macam teori pembelajaran?
2.         Bagaimana konsep pembelajaran matematika?
3.         Apa standar-standar dalam pembelajaran  matematika?
4.         Bagaimana tahapan dalam pembelajaran konsep matematika?
5.         Bagaimana penerapan pembelajaran matematika pada tingkat dasar?
1.3    TUJUAN
Beberapa tujuan dalam makalah ini antara lain:
1.         Untuk mengetahui macam-macam teori pembelajaran.
2.         Untuk mengetahui konsep pembelajaran matematika.
3.         Untuk mengetahui standar-standar dalam pembelajaran  matematika.
4.         Untuk mengetahui tahapan dalam pembelajaran matematika.
5.         Untuk mengetahui penerapan pembelajaran mateamtika pada tingkat dasar.
1.4    BATASAN MASALAH
Batasan masalah dalam makalah ini adalah pembelajaran matematika pada tingkat dasar.
     










BAB II
PEMBAHASAN

2.1  TEORI PEMBELAJARAN
2.1.1   Teori Pembelajaran Behaviorisme
Menurut Leonard M. Kedney dan Steve (1994), behaviorisme merupakan teori pembelajaran yang memusatkan pada perilaku dan cara-cara meningkatkan perilaku yang dianggap positif serta mengurangi perilaku yang tidak diinginkan (negative). Perilaku tersebut muncul dengan menggunakan pelatihan atau pembiasaan. Sehingga perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman. Pada awal abad ke-20 teori stimulus-respon/behaviorisme muncul. Teori tersebut menjelaskan bahwa pembelajaran terjadi ketika adanya ikatan atau hubungan yang terbentuk antara stimulus dan respon. Thorndike, Pavlov, Skinner, dan lainnya menunjukkan pengaruh dari rancangan keadaan yang berbeda dari macam-macam binatang. Salah satunya yaitu berupa penguatan positif, seperti menghadiahkan makanan atau air untuk binatang dalam setiap menjalankan tugasnya. Hasilnya binatang tersebut dapat dilatih untuk merespon stimulus dengan menggunakan hadiah sebelumnya.
Behaviorisme memiliki sejarah panjang dalam pengajaran, karena sebagian besar guru menganut teori stimulus-respon dengan melatih otak. Pelaksanaan dan penerapannya berupa suatu kejadian dan keyakinan bahwa pengulangan dapat membangun ikatan yang kuat. Sejak tahun 1930an para peneliti dan para ahli teori meragukan teori stimulus-respon karena terlalu sederhana untuk menjelaskan semua aspek pembelajaran. Jika pembelajaran hanya berlangsung karena adanya stimulus dan respon, bagaimana seseorang dapat menciptakan kata baru, gambar baru, musik baru, penemuan baru, atau bahkan teori baru. Sehingga teori kognitif menyelidiki bagaimana pembelajaran dipengaruhi oleh bahasa dan kebudayaan, pengalaman seseorang dan pengalaman social, niat dan motivasi.
2.1.2   Teori Pembelajaran Kognitif
Teori kognitif meyakini bahwa terdapat pengetahuan antara stimulus dan respon. Walaupun pengetahuan tidak dapat diamati secara langsung, tetapi pengetahuan dapat menghasilkan respon yang tinggi dari seseorang, Oleh sebab itu, manusia menjadi belajar untuk menciptakan pemahaman khusus dari pengalaman mereka. Teori kognitif menjelaskan bahwa pembelajaran melibatkan fungsi dan mekanisme. Model pengolahan informasinya dengan membandingkan fungsi computer dan otak yang menjelaskan pembelajaran dengan istilah bagaimana otak menerima, menyimpan, dan mengingat informasi kembali layaknya pada komputer. Pengembang teori kognitif diantaranya yaitu Jean Piaget, Richard Skemp, dan Jerome Bruner. Inti dari teori kognitif yaitu berpusat pada ide dalam membangun pengertian dari pengalaman.
2.1.3   Perbedaan Teori Pembelajaran Behaviorisme dan Kognitif
Perbedaan utama antara teori behavior dan kognitif adalah sebagai berikut:
Perihal
Behaviorisme
Kognitivisme
Konsep dasar
Stimulus, respon, penguatan
Pengetahuan yang lebih tinggi (berpikir, membayangkan, memecahkan masalah)
Kiasan utama
manusia aktif diibaratkan seperti mesin
Memproses informasi dan diibaratkan seperti komputer
Subjek umum penelitian
Binatang dan beberapa manusia sebagai subjek penelitian
Manusia dan beberapa bukan manusia sebagai subjek penelitian
Tujuan utama
Untuk menemukan hubungan antara stimulus dan respon.
Untuk menarik kesimpulan bahwa pengetahuan  turut andil dalam mempengaruhi dan menentukan perilaku
Jangkauan teori
Sering dimaksudkan untuk menjelaskan semua aspek perilaku.
Umumnya dalam ruang lingkup yang lebih terbatas, dimaksudkan untuk menjelaskan perilaku dengan lebih khusus dan mengolahnya
Alhi teori yang mewakili
Watson, Pavlov, Guthrie, Skinner, Hull
Psikologi Gestalt, Brunner, Piaget
Inti perbedaan teori behavior dengan teori kognitif adalah adanya perbedaan aspek-aspek dalam menjelaskan pembelajaran.
2.2  KONSEP PEMBELAJARAN MATEMATIKA
2.2.1   Fokos pada Makna
Pada tahun 1930an, teori makna oleh William Brownell meragukan pelaksanaan dari teori stimulus-respon. Teori makna Brownell menganjurkan peserta didik harus memahami apa yang mereka pelajari agar pembelajaran bersifat kekal/tetap/permanen. Brownell (dalam Leonard M. Kedney dan Steve, 1994) menyatakan bahwa ketika peserta didik menemukan pemecahan masalah sendiri, sementara mengingat makna konsep secara matematis yaitu memanipulasi materi dan dibantu dengan pembelajaran lainnya, mereka menunjukkan teori makna. Marilyn Burns seorang pendidik matematika terkenal, juga menekankan pentingnya pembelajaran matematika bermakna. Dia menyarankan agar guru harus melakukan apa yang masuk akal dari pada melakukan pengajaran yang menghafalkan tanpa berpikir (Burns, 1993).
2.2.2   Tahap Pembelajaran
Piaget mendeskrisikan pembelajaran dalam empat tahapan, yaitu:
1.        Sensorimotor
Pada tahap sensori motor berlaku antara sejak lahir dan usia 2 – 3 tahun. Dasar untuk pertumbuhan jiwanya kelak dan pemahaman matematisnya dibangun pada tahap ini. Contonya yaitu anak belajar mengenali orang dan sesuatu, serta belajar untuk mempertahankan daya ingatnya yang telah dimiliki meskipun orang atau sesuatu tersebut tidak lagi dapat dilihat. Kemampuan tersebut disebut dengan kekekalan wujud, yang diperlukan untuk menghubungkan pengalaman baru dan pengalaman lampau dengan cara mengingat kembali pengalaman lampau tersebut. Ketika “keluar dari penglihatan, keluar dari pikiran”, anak membutuhkan sesuatu hal untuk mengingat suatu kejadian, benda, dan bahkan ide ketika mereka tidak lagi dapat terlihat. 
2.        Praoperasional
Tahap praoperasional berlaku untuk usia 2 – 3 tahun hingga usia 6 – 7 tahun. Pada tahap ini anak secara bertahap berubah dari egosentris yang didominasi pikiran dunia awal mereka menjadi tahu akan perasaan dan sudut pandang lainnya dalam dunia mereka. Anak membangun system symbol, yang menunjukkan pengalamannya seperti truk, cangkir atau piring, orang atau angka. Penggambaran ide dan tingkah laku dengan benda nyata merupakan langkah penting dalam memahami gambar dan symbol. Anak mengonsep angka dengan benda nyata dan berinteraksi dengan rekannya dan orang tua. 
3.        Operasional nyata
Tahap operasional nyata berlaku untuk usia 7 – 12 tahun. Pada tahap ini anak menguasai susunan utama pada angka, geometri, dan pengukuran. Bekerja dengan benda nyata merupakan dasar dalam membangun konsep matematika yang ditunjukkan dengan gambaran symbol, dan gambaran diri. Anak belajar system dasar dalam mengklasifikasi berdasarkan atribut pada objek, kejadian, dan orang, serta persamaan dan perbedaan objek tersebut. Mereka secara bertahap memikirkan beberapa atribut secara bersamaan. Misalnya, kubus bewarna coklat, kasar, tebal, dan besar; segitiga bewarna hijau, tipis, halus, dan kecil.
      
 



Anak pada tahap ini juga dapat mengenal kebalikan dari suatu tingkah laku, seperti membuka dan menutup pintu, atau bergabung dan memisahkan diri. Penjumlahan dan pengurangan merupakan saling berkebalikan karena salah satunya merupakan kebalikan dari yang lainnya.
4.        Operasional formal
Dimulai saat usia 11 – 13 tahun, banyak cara dalam berpikir matematika, termasuk pemikiran yang proposional, dan pemikiran yang saling berkaitan, yang diawali dan dimulai ketika usia remaja sampai dewasa. Operasional formal menduga suatu kemungkinan dari anak dan orang dewasa dari hipotesis, menganalisis keadaan dengan mempertimbangkan segala factor, membuat penyelesaiannya, dan menguji kembali kenyatan tersebut.
Melaui tahapan pembelajaran dan interaksi dengan objek, kejadian, dan orang beserta dunianya, anak membentuk suatu pengertian dari pengalaman baru dengan menghubungkan pemgalaman lama dengan pengalaman baru. Dengan pengalaman baru yang diterima, pengalaman baru tersebut dibandingkan dengan pemahaman yang telah ada. Jika mereka tidak saling berhubungan, mereka membentuk keadaan yang disekuilibrium (kehilangan keseimbangan yang disebabkan situasi yang tidak stabil di mana beberapa kekuatan lebih besar dari pada kekuatan yang lain). Disekuilibrium berakhir ketika pembelajar menyesuaikan pengalaman barunya dengan menyesuaikan diri atau merubah pemahamannya. Piaget melihat pembelajaran diawali dengan proses memadukan dan menyesuaikan diri. Bingung dan salah merupakan proses alami dalam memadukan dan menyesuaikan diri dan diperlukan bagian untuk membuat pemahaman baru.
2.2.3   Interaksi Sosial
Lev Vygotsky meyakini bahwa interaksi antara peserta didik dengan dunia luar dipengaruhi oleh interaksi social. Teori tersebut disebut dengan konstrukrivisme social. Menurut Vygotsky (1962), pembelajaran ditingkatkan melalui dukungan orang tua dan rekan-rekan dengan memberikan bahasa dan timbal balik ketika peserta didik memproses pengalaman.
2.2.4   Pengalaman Nyata
Ricard Skemo mendeskripsikan pembelajaran terdiri atas dua tingkat, salah satunya yaitu pengalaman. Interaksi dengan objek nyata yang terjadi pada tahap awal konsep pembelajaran memberikan dasar untuk internalisasi pikiran (pemikiran terhadap suatu ajaran, doktrin, atau nilai sehingga menjadikan keyakinan akan kebenaran doktrin atau nilai yg diwujudkan dengan sikap dan perilaku). Nantinya, pengalaman nyata tersebut diproses kembali pada tingkat inti. Intinya, pembelajaran sebelumnya yang menjadi dasar untuk pembelajaran yang akan datang/berikutnya.
2.2.5   Tingkat Representasi
Jerome Bruner (1960) tertarik terhadap bagaimana anak mengenali dan menggambarkan suatu konsep. Seperti Dienes, Bruner menganjurkan discovery learning dan pembelajaran melalui aktivitas secara turun-menurun (bertahap). Tahapan awal Bruner yaitu enaktif, menunjukkan peran objek nyata dalam pembelajaran. Tahapan kedua yaitu ikonik, yang menunjukkan gambar atau grafik. Terakhir yaitu tahapan simbolik yang meliputi penggunaan kata, angka, dan symbol lainnya yang menggambarkan suatu pemikiran, ojek, dan tindakan. Tahapan Bruner menununjukkan hubungan antara tingkatan Piaget dan Skemp serta pemikiran Diene mengenai pentingnya pengalaman nyata dalam membangun suatu makna.
2.2.6   Pembelajaran Prosedural
Pembelajaran procedural, bagaimana cara melakukan sesuatu merupakan aspek penting lainnya dalam matematika. James Hiebert dan Patricia Lefevre (1986) mendefinisikan pengetahuan procedural sebagai proses mengenali symbol dan kaidah pembelajaran. Penggambaran symbol diilustrasikan ketika anak mengidentifikasi “+” sebagai tanda tambah atau penjumlahan tetapi tidak memahami apa arti dari penjumlahan. Kaidah dan langkah pembelajaran merupakan pembelajaran procedural. Jika peserta didik belajar prosedur tanpa makna, mereka sering menggunakan prosedur tidak pada waktunya. Invers dan perkalian merupakan prosedur yang sering disalahgunakan karena peserta didik tidak paham kapan atau mengapa prosedur digunakan.
Pengetahuan konseptual memberikan arti prosedur. Pengetahuan konseptual merupakan pemahaman dari bermacam-macam hubungan. Kemampuan perhitungan diperlukan dalam pemahaman konsep dibalik prosedur. Jika ditanya untuk menemukan akar dari 950, peserta didik akan mengatakan “saya tidak ingat langkahnya, tetapi jawabannya lebih dari 30 karena  sama dengan 900”. Peserta didik yang hanya menghafal prosedur dalam menghitung akar akan menjawab “saya tidak ingat aturannya, jadi saya tidak tahu akar dari 950”.
2.2.7   Memori Jangka Pendek dan Memori Jangka Panjang
Para ahli kognitif meyakini bahwa proses kognitif terjadi antara stimulus dan respon. Salah satu teori kognitif, proses informasi menggunakan computer sebagai perumpamaannya. Pendapat behavior mirip dengan ROM pada computer yang berfungsi hanya membaca saja, yang merupakan awal dari pemrograman. Random Acces Memory (RAM) merupakan memori jangka pendek dimana computer menerima dan menyimpan sementara tetapi tidak menyimpan ketika dimatikan. Pembelajaran menjadi permanen ketika pemikiran baru dan pengalaman diubah dari memori jangka pendek menjadi memori jangka panjang, dimana hal tersebut disimpan untuk diambil kembali dan digunakan. Informasi disimpan pada memori tetap computer berdasarkan kebutuhan dan pilihan pengguna computer.
Lefrancois (2000) mendeskripsikan persamaan dan perbedaan antara pembelajaran pada manusia dengan pembelajaran pada computer menggunakan model dan perumpamaan. Jaringan saraf memiliki daya tarik tersendiri karena merupakan cerminan dari struktur otak manusia dan catatan alami bagi pembelajaran. Jaringan saraf mirip dengan pemikiran konstruktivis. Dimana memori disimpan dan bagaimana mereka diingat kembali oleh otak yang sekiranya dapat dikontrol  oleh emosi, motivasi, dan tujuan peserta didik. Hal apa yang penting untuk diingat dan menyusun makna dari pengalaman dapat meningkatkan daya ingat dan diingat kembali. Emosi yang kuat juga dapat membantu dalam memunculkan memori. Mekanisme otak dibalik emosi, motivasi, dan tujuan manusia tidak semuanya dapat dipahami dan dipelajari, walaupun banyak para ahli kognitif mulai meneliti anatomi otak dan pemanfaatannya.
2.2.8   Membuat Pola
Tiga puluh tahun yang lalu, teknologi baru didesain untuk kedokteran yang digunakan untuk mendiagnosis yang memungkinkan peneliti melihat bagian otak yang aktif selama pembelajaran. Menurut Leslie Hart, pembelajaran terjadi karena otak membangun dalam menemukan pola dan membuat hubungan antara pengalaman. “Pembelajaran merupakan interaksi yang berawal dari pola kebingungan yang penuh arti” (Hart 1983, halaman 67, dalam Leonard M. Kedney dan Steve, 1994). Hart menyarankan 6 premis tentang bagaimana otak belajar membangun:
1.        Otak merupakan alat penemuan dengan pola alami yang indah, bahkan diawal tahun.
2.        Penemuan dan identifikasi pola melibatkan seluruh sifat dan hubungan-hubungan serta sangat dipercepat dengan menggunakan petunjuk-petunjuk dan prosedur pengategorian.
3.        Memainkan petunjuk yang salah sebagai peran penting.
4.        Otak menggunakan petunjuk dengan membuat kemungkinan bukan dengan menambahkan.
5.        Pengenalan pola bergantung kuat pada salah satu pengalaman yang membawa pada situasi.
6.        Anak-anak harus sering merubah pola yang mereka miliki menjadi pengalaman baru yang sesuai.
Malahan walaupun untuk menjadi penerima stimulus yang pasif, otak merupakan prosesor informasi aktif. Dimana otak mengubah pengalaman menjadi pengetahuan yang masih dieksplorasi, tetapi pembentukan hubungan sinaptik dan dendritik antara sel-sel otak tampaknya menjadi mekanisme pembelajaran biologis. Jadi, kesimpulannya adalah bahwa otak membuat pengalaman yang masuk akal dengan mencari hubungan antara informasi lama dengan informasi baru (Jensen, 1998, halaman 90 – 98). Anak memproses pengalaman menjadi pengetahuan dan kemampuan karena mereka memiliki otak.
2.2.9   Pemikiran dalam Belajar
Pada peninjauan implikasi dari penelitian otak terhadap pembelajaran, Eric Jensen (dalam Leonard M. Kedney dan Steve, 1994) menemukan dua elemen penting: pertama, pembelajaran merupakan tantangan, dengan informasi dan pengalaman baru, kedua, ada beberapa cara  untuk belajar dari gagasan pengalaman melalui umpan balik secara interaktif. Apabila peserta didik terlibat dalam hal yang baru, rumit, dan pengalaman yang bervariasi, mereka akan menjadi pemikir yang kritis dan pemecah masalah.
Perumpamaan pembelajaran dari computer dan otak dihubungkan dengan teori pembelajaran konstruktivis, yaitu:
1.        Orang menciptakan makna dengan menemukan hubungan dan pola sesuai dengan pengalamannya.
2.        Apa yang orang pelajari dan bagaimana mereka belajar serta berapa lama mereka mengingat tergantung pada motivasi, tujuan, dan emosi masing-masing peserta didik.
Manusia pasti belajar beberapa hal menggunakan cara behavior. Kompor yang panas merupakan stimulus yang membangkitkan respon waspada yang kuat, tetap, dan lama pada balita atau orang dewasa. Pengulangan nomor telepon merupakan aktivitas yang disimpan dalam memori jangka pendek. Tetapi manusia lebih menggunakan strategi pembelajaran yang canggih dari pada naluri dan pengulangan, akibatnya mereka dapat bertindak kreatif, dan memecahkan masalah. Teori kognitif merupakan perluasan pembelajarn karena seseorang belajar ideosentris berdasarkan pengalamannya, tujuan, interaksi social, dan tingkat kedewasaannya. Teori ini sangat rumit karena pembelajaran manusia juga rumit.
2.3  STANDAR PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Untuk beberapa tahun yang lalu program matematika dasar bersifat statis. Permintaan dunia kita saat ini dari berbagi pengetahuan matematika sangat berbeda dengan permintaan di masa lalu. Pada generasi sebelumnya orang-orang membutuhkan untuk bisa meghitung dengan efisien dan akurat. Tapi sekarang banyak tugas perhitungan dikerjakan oleh mesin. Kalkulator sekarang sangat murah dan dapat di peroleh dengan mudah. Ketika mesin banyak digunakan oleh orang, maka kita butuh untuk menegaskan kembali peran teknologi-teknologi di masyarakat. Hari ini dan di masa yang akan datang yang dibutuhkan adalah seseorang yang bisa menguasai teknologi-teknologi tersebut.
Kini program matematika sekolah dasar harus mempertimbangakan area sasaran hasil yang lebih luas dari pada sekedar kemampuan perhitungan. Kebutuhan skill dalam kehidupan sehari-hari memang harus diajarkan, tetapi yang tak kalah penting juga ialah pengembangan pemahaman pada anak-anak bukan penghafalan yang tanpa berpikir.
Persatuan guru matematika (NCTM) mempublikasikan standar kurikulum dan evaluasi dalam pendidikan matematika. Standar itu tercermin dalam visi dari kebutuhan literasi matematika di dunia yang membutuhkan pemahaman dan pengaplikasian dari penyelesaian masalah dan teknik pengambilan keputusan. Standar ini bisa membantu dalam mendesain, implementasi dan evaluasi program matematika dasar yang diambil dari realita masa sekarang dan di persiapkan untuk harapan masa depan.
Kurikulum dan evaluasi NCTM untuk sekolah matematika fokus pada 5 tujuan umum untu para peserta didik:
1.         Bahwa peserta didik belajar pada nilai-nilai matematika.
2.         Bahwa peserta didik mengembangkan kepercayaan pada kemampuan mereka untuk menggunakan matematika.
3.         Bahwa peserta didik menjadi penyelesai masalah (ditujukan sebagai penemu jawaban sederhana).
4.         Bahwa peserta didik belajar untuk mengkomunikasikan hal-hal yang berhubungan dengan matematika.
5.         Bahwa peserta didik belajar untuk menalar hal-hal yang berhubungan dengan matematika.
Dokumen NCTM tersebut memuat beberapa standar pokok kurikulum untuk beberapa kelas yang berbeda. diantaranya  standar untuk kelas K-4, standar untuk kelas 5-8. Standarnya ialah matematika sebagai penyelesaian masalah, matematika sebagai komunikasi, matematika sebagai penalaran, matematika sebagai hubungan.
2.3.1.        Standar  untuk kelas K-4.
2.3.1.1.        Standar 1: Matematika Sebagai Penyelesaian Masalah
Pada tingkat K-4 pembelajaran matematika seharusnya menekankan pada penyelesaian masalah sehingga bisa:
1.        Gunakan pendekatan penyelesaian masalah untuk menyelediki dan memahami konten matematika.
2.        Rumuskan permasalahan-permasalahan dari kehidupan sehari-hari dan situsi-situasi yang berhubungan dengan matematika.
3.        Kembangkan dan gunakan strategi-strategi untuk menyelesaikan keragaman dari permasalahan-permasalahan.
4.        Menguji dan menginterpretasikan hasil terhadap permasalahan semula
5.        Pelajari dengan yakin/pasti pada penggunaan matematika dengan penuh arti.
2.3.1.2.          Standard 2: Matematika Sebagai Bahasa Komunikasi
Pada kelas K-4, belajar matematika seharusnya memasukkan banyak kesempatan untuk berkomunikasi sehingga murid bisa:
1.      Menghubungkan secara nyata materi-materi, gambar, dan diagram untuk ide-ide matematika.
2.      Menggambarkan dan menjelaskan pemikiran mereka tentang ide mateamtika dan situasi matematika.
3.      Menghubungkan bahsa mereka sehari-hari dengan bahasa dan simbol matematika.
4.      Menyadari bahwa diskusi, mendengarkan, mereprentasikan, menulis, dan membaca tentang matematika adalah bagian yang sangat vital dari pembelajaran dan pengguanaan matematika.
2.3.1.3.         Standard 3: Matematika Sebagai Penalaran
Pada tingakat K-4 belajar matematika seharusnya menekankan penalaran sehingga murid bisa:
1.      Menggambar kesimpulan yang logis tentang matematika.
2.      Menggunakan model, mengetahui fakta, sifat-sifat, dan hubungan untuk menjelaskan pemikiran mereka.
3.      Memberikan alasan jawaban mereka dan proses penyelesaiannya.
4.      Menggunakan pola/susunan dan hubungan untuk menganalisa situasi-situasi matematika.
5.      Mempercayai bahwa matematika bermanfaat.
2.3.1.4.          Standar 4: Matematika sebagai Hubungan
Pada tingkat K-4 belajar matematika seharusnya memasukkan banyak kesempatan untuk membuat keterhubungan-keterhubungna dalam matematika sehingga murid bisa:
1.        Menghubungkan pengetahuan secara konsep dan secara procedural.
2.        Menghubungkan bermacam-macam gambaran dari konsep atau prosedur satu dengan prosedur yang lain.
3.        Mengenal keterhubungan antara topik yang berbeda pada matematika.
4.        Menggunakan matematika pada kurikulum yang berbeda.
5.        Menggunakan matematika dalam kehidupan sehari-hari mereka.
2.3.1.5.          Standar tambahan untuk kelas K-4 termasuk:
1.        Estimasi.
2.        Bilangan  dan hal-hal yang berhubungan dengan bilangan.
3.        Konsep tentang operasi bilangan.
4.        Keseluruhan perhitungan bilangan.
5.        Geometri dan ruang.
6.        Pengukuran.
7.        Statistic dan peluang.
8.        Pemecahan dan bilangan decimal.
9.        Pola-pola dan hubungan-hubungan.
2.3.2.        Standar untuk Kelas 5-8.
2.3.2.1.          Standar 1: Mathematika Sebagai Penyelesaian Masalah
Pada tingkat 5-8, kurikulum matematika seharusnya memasukkan banyak dan bermacam-macam pengalaman dengan penyelesaian masalah sebagai metode penemuan dan penggunakan sehingga murid-murid bisa:
1.        Gunakan pendekatan penyelesaian masalah untuk menyelidiki dan memahami konten matematika.
2.        Merumuskan permasalahan dari situasi di dalam maupun di luar matematika.
3.        Kembangkan dan aplikasikan beragam strategi untuk menyelesaikan masalah dengan menekankan banyak langkah dan permasalahan yang tidak biasa.
4.        Menguji dan menginterpretasikan hasil terhadap permasalahan semula
5.        Generalisasikan penyelesaian dan strategi pada situasi permasalahn yang baru.
6.        Pelajari dengan yakin/pasti pada penggunaan matematika dengan penuh arti.
2.3.2.2.         Standard 2: Matematika Sebagai Bahasa Komunikasi
Pada kelas 5-8 belajar matematika seharusnya memasukkan banyak kesempatan untuk berkomunikasi sehingga murid bisa:
1.        Menggunakan model situasi secara oral, tulis, kongkrit, gambar, secara grafik, dan secara metode aljabar.
2.        Menggambarkan dan menjelaskan pemikiran mereka tentang ide mateamtika dan situasi matematika.
3.        Mengembangkan pemahaman tentang ide-ide matematika termasuk peran dari definisi.
4.        Menggunakan kemampuan membaca, mendengarkan, mengamati untuk menginterpretasikan dan mengevaluasi ide-ide matematika.
5.        Mendiskudikan ide-ide matematika dan membuat konjektur dan meyakinkan/mempertahan pendapat/argumentasinya.
6.        Menghargai nilai/makna dari simbol matematika dan perannya dalam pengembangan ide-ide matematika.
2.3.2.3.         Standard 3: Matematika Sebagai Penalaran
Pada kelas 5-8 penalaran seharusnya masuk dalam kurikulum sehingga murid-murid bisa:
1.        Mengetahui dan mempergunakan penalaran deduktiif dan  induktif
2.        Memahami dan mempergunakan proses penalaran dengan perhatian khusus untuk penalaran dengan sifat-sifat dan grafik penalaran
3.        Membuat dan mengevaluasi konjektur dan argumen matematika
4.        Mempertahankan pemikiran mereka sendiri
5.        Menghargai penggunaan penalaran sebagai bagian dari matematika
2.3.2.4.         Standar 4: Matematika sebagai Hubungan
Pada kelas 5-8 pada kurikkulum matematika seharusnya memuat pemeriksaan/penyelidikan tentang keterhubungan matematika sehingga peserta didik dapat:
1.        Melihat matematika sebagai satu kesatuan yang terintegrasi/terhubung
2.        Menyelidiki permasalahan-permasalahan dan menguraikan hasil penggunaan grafik, numerik, aljabar, dan model matemtaika verbal atau representasinya
3.        Menggunakan ide-ide matematika dalam pemahaman mereka atau ide-ide matematika yang lain
4.        Menggunakan pemikiran dan model matematika untuk menyelesaikan penyelesaian yang muncul pada disiplin ilmu yang lain seperti seni, musik, psikologi, sains, dan bisnis.
5.        Menghargai peran matematika pada kebudayaan dan pada masyarakat kita
2.3.2.5.         Standar tambahan untuk kelas 5-8 termasuk:
1.        Bilangan dan hubungan bilangan
2.        Sistem bilangan dan teori bilangan
3.        Perhitungan
4.        Pola-pola dan fungsi
5.        Aljabar
6.        Statistik
7.        Peluang
8.        Geometri
9.        Pengukuran
Selanjutnya mari kita menguji dengan singkat standar di atas. Standar tersebut mewakili dasar filosofi dalam pendekatan pengajaran dan pembelajaran matematika.
Contoh:
Untuk perkalian 16 dengan 25, kita mungkin menggunakan pendekatan tradisional yang mana guru menunjukkan dan menceritakan di kelas bagaimana menulis proses algoritma sebagai berikut:
    25
   16  

Langkah pertama mengalikan 5 dengan 6 dan di dapatkan 30. Kita tulis 0 di bawah garis angka 6 dan menulis 3 dengan ukuran kecil di atas 2 pada angka 25.

     3
     25
     16
       0
Selanjutnya kalikan 2 dengan 6 dan di dapatkan 12, kemudian tambahkan dengan 3 sehingga didapatkan 15. Tulis angka 15 di samping kiri angka 0 di bawah ti garis. Setelah itu kita lupakan angka 3 kecil yang di tulis di atas angka 2  karena kita tidak membutuhkannya lagi.
     25
     16
     150
Sekarang kalikan 5 dengan 1, tulis jawaban 5, letakkan di bawah angka 5 pada angka 150. Kemudian kalikan 2 dengan 1 tulis jawaban di sebelah kiri angka 5.
     25
     16
    150
    25
Langkah terakhir tulis penjumlahan di bawah garis seperti berikut
      25
     16
     150
     25
     400
Cara yang lain dalam pengerjaan perkalian 25 dengan 16 adalah ssebagai berikut: yaitu menggunakan keterhubungan antara 25 x 16 dan (a + b)(c+d). 25 x 16 bisa di tulis (10+6)(20+5) atau
   20 + 5                                                                a + b
   10 + 6                                                                c + d
  120 + 30                                                         ad + bd
             200 + 50                                                         ac + bc
           200 + 120 + 50 + 30                                        ac + ad + bc + bd
Teknik penyelesaian yang lain mungkin menekankan pada interpretasi yang lain tentang apa 16 kali sebanyak 25. Pendekatan yang lain ini dengan soal yang sama namun dengan bentuk penyelesaian yang berbeda seperti da 8 kelompok dan tiap kelompok berisi 50 atau ada 4 grup tiap grup berisi 100 dan lain-lain.
2.4  TAHAPAN PEMBELAJARAN KONSEP MATEMATIKA
Menurut Dienes ada enam tahapn dalam pengajaran dan pembelajaran konsep matematika, yaitu:
1.      Bermain Bebas
Pada tahapan bermain bebas dalam pembelajaran konsep dapat berupa aktivitas yang tidak terstruktur dan aktivitas yang dilakukan secara tidak langsung dengan membiarkan peserta didik bereksperimen dan memanipulasi serta menggambarkan bentuk abstrak dari konsep yang dipelajari. Pada tahapan ini , pengalaman awal peserta didik merupakan komponen untuk membentuk konsep melalui interaksi dengan lingkungan yang menggambarkan konsep secara nyata. Intinya, pada tahapan ini peserta didik disiapkan untuk memahami konsep struktur matematika.
2.      Permainan
Setelah tahapan bermain bebas dengan penggambaran konsep, peserta didik akan mulai mengamati pola dan aturan yang diwujudkan dalam konsep, yaitu melalui permainan. Pada tahap permainan, peserta didik dibiarkan untuk melakukan permainan sesuai dengan aturan guru untuk memulai menganalisa struktur konsep matematika. Permainan yang bermacam-macam dengan representasi yang berbeda dapat membantu peserta didik untuk menemukan konsep matematka.
3.      Penemuan
Setelah bermain permainan  menggunakan representasi konsep yang berbeda, peserta didik mungkin tidak dapat menemukan konsep struktur matematika yang telah direpresentasikan. Jika hal tersebut terjadi, menurut Dienes, guru dapat membantu peserta didik untuk menemukan struktur pada konsep contoh dengan menunjukkan bagaimana masing-masing contoh dapat diterjemahkan ke dalam contoh lain tanpa mengubah sifat umum pada semua contoh. Hal tersebut menunjukkan sifat-sifat umum yang ditemukan pada setiap contoh dengan memperhatikan beberapa contoh lain secara bersamaan.
4.      Representasi
Representasi dari konsep biasanya akan lebih abstrak dari contoh dan akan membawa siswa lebih dekat untuk memahami struktur matematika abstrak yang mendasari konsep.
5.      Penyimbolan
Pada tahap ini, peserta didik membutuhkan formula dan simbol matematika untuk menjelaskan representasi konsep. Misalkan untuk teorema Phytagoras, peserta didik akan mudah mengingat dan menggunakan  dari pada “untuk segitiga siku-siku, kuadrat dari sisi miring diperoleh dari jumlah kuadrat dari kedua sisi-sisi lainnya”.
6.      Formalisasi
Pada tahap ini, peserta didik memeriksa kesimpulan dari konsep dan menggunakan konsep untuk memecahkan masalah matematika murni dan terapan.
2.5  PENERAPAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA PADA TINGKAT DASAR
Penemuan metode pembelajaran didasarkan pada teori Bruner, yaitu proses lebih penting dari pada hasil. Peserta didik dibimbing langkah demi langkah melalui pengalaman belajar.  Pada tahun1950’an, Pierre Van Hiele dan Dina Van Hiele-Geldof mendiskripsikan teori pembelajaran geometri merujuk dari van hiele model. Teori diidentifikasikan menjadi lima level. Lebih jelasnya, peserta didik diberi instruksi yang sesuai untuk membantu proses dari satu level  menuju level yang lain. Peserta didik dapat menyelesaikan satu level  dengan menyelesaikan level sebelumnya. Peserta didik pertama kali dapat mengenal bentuk (level 0), kemudian menemukan bagian dari bentuk (level 1), dan menjelaskan bagian dari bentuk itu (level 2). Level 3 dan 4 pelajar dapat mengerjakan dengan benar dan disertakan dengan pembuktian.
Contoh  5 level tersebut :
1.         Level 0 : peserta didik dapat mendeskripsikan gambar dan bentuknya seperti persegi, lingkaran, sudut dan lain-lain.
2.         Level 1: peserta didik dapat menganalisis hubungan antara gambar dan bentuk didasarkan pada komponen- komponen, dan menemukan bagian dari bentuk melalui pengukuran, penggambaran.
3.         Level 2: peserta didik mampu menjelaskan hubungan antara bagian-bagian yang ditemukan pada level 1 dan 0.
4.         Level 3: peserta didik dapat membuktikan teori menggunakan pembuktian deduktif.
5.         Level 4: peserta didik dapat menyimpulkan beberapa hasil pemikiran menjadi satu kesimpulan.
Secara garis besar, level 1 dan 2 peserta didik difokuskan pada bagian – bagian model yang dilihat secara visual. Pada level 3 dan 4 peserta didik dapat mencapai posisi dimana dapat membuktikan secara abstrak dan simbolik.  
Sebagian besar tingkatan di atas anak SD,  memulai memahami matematika dengan sebuah proses dan sebuah cara berpikir daripada hanya pembuktian aturan dan rumus. Beberapa peserta didik yang telah dewasa akan memulai bertanya kenapa dan bagaimana teknik dan prosedural yang mereka pelajari digunakan pada materi selanjutnya.
     Pondasi utama dalam mempelajari matematika adalah konsep (seperti, lebih besar dari, pembagian secara merata, dan persentase bagian dan lain-lain). Konsep akan membuat peserta didik dapat melakukan operasi yang akan dikerjakan. Konsep

akan menghasilkan kerangka kerja yang dipelajari dan di pertahankan. Konsep juga  menyediakan peserta didik dengan berbagai wawasan yang diperlukan untuk menerapkan dan beradaptasi terhadap apa yang mereka ketahui. Peserta didik yang memiliki latar belakang konsep yang matang akan dapat berpikir secara matematis.
2.5.1      Taman Kanak-kanak.
Mata pelajaran matematika di TK secara umum berkarakteristik untuk mengajak anak-anak menggali dan mengenal matematika dengan pelajaran nonformal. Program yang dibuat sebaiknya didesain bagi anak-anak untuk menambah dan mengembangkan perbendaharaan matematika melalui interaksi lingkungan. Observasi, rekonstruksi, pengembangan dan analisis pola merupakan  explorasi bebas sebagai dasar penyusunan matematika. Memuat pola merupakan dasar dari matematika. Piaget’s menekankan konsep ini sangat kuat. Pengenalan dan pengembangan pola merupakan dasar untuk pemecahan masalah.
Dalam mengajarkan perhitungan, jangan memaksa anak untuk langsung melakukan perhitungan dengan angka. Langkah awal membuat perbandingan dan melihat hubungan dalam perhitungan yang merupakan fase penting dalam meningkatkan pemahaman anak terhadap matematika. Peserta didik harus dapat memahami konsep sebagaian sebelum memahami seluruhnya. Peserta didik harus mengetahui angka dari berbagai materi yang berbeda. Peserta didik akan menemukan dan mengelompokkan pola serta kombinasinya dengan permainan angka. Dengan  dasar ini dapat membuat peserta didik mengerjakan angka secara abstrak dengan mudah.
2.5.2        SD Kelas 1
Secara umum materi kelas 1 merupakan transisi dari aktivitas kesiapan informal menjadi pengenalan yang lebih terstruktur bagi peserta didik untuk menghadapi kelas utama dan menengah. Matematika kelas 1 seharusnya dimulai dengan mereview hubungan dan angka yang telah diberikan saat TK. Peserta didik seharusnya sudah dapat menghitung, mengenali jumlah angka, mencocokkan angka. Pelajaran pertama harus mengajak peserta didik untuk mempelajari materi ke level yang sesungguhnya, angka abstrak dan real peserta didik juga harus lebih bisa mengerjakan di atas kertas.
Menggunakan kumpulan benda-benda, konsep penjumlahan di kembangkan dari benda nyata ke tingkat abstrak. Mula-mula tuliskan kosep penjumlahan dengan cerita daripada mengajukan pertanyaan langsung “berapa 2 ditambah 3?”. Hindari penulidan simbol angka seperti 2 + 3 = [ ] , sampai anak-anak mengerti konsep penjumlahan. Dua model yang digunakan untuk mengenalkan konsep penjumlahan adalah kumpulan benda dan garis bilagan. Ada 3 tipe pengurangan yg diajarkan  mengambil, perbandingan, dan penambahan.
Dengan demikian dasar dari penjumlahan dan pengurangan seharusya sudah tertaman dalam peserta didik. Setiap langkah dalam pengembangan penjumlahan dan pengurangan harus dimasukkan dalam pengembangan kemampuan pemecahan masalah. Penambahan dan pengurangan sudah saatnya mencapai puluhan. Kemudian dilanjutkan dengan penambahan 2 digit angka dengan 1 digit angka, konsep ini akan menjadi sepenuhnya abstrak (diatas kertas).
Peserta didik membutuhkan banyak pengetahuan untuk mengelompok puluhan dan satuan, pembedaan dilakukan dengan memisahkan kelompok satuan dan puluhan, peserta didik juga harus dapat mengurutkan bilangan dari terkecil  sampai terbesar untuk tiap-tiap kelompok.
Pelajaran menghitung biasanya termasuk, uang, waktu, dan jarak. Konsep waktu sangat abstrak dan susah untuk dikembangkan, peserta didik harus mamapu membayangkan sampai 60. Pelajaran ini sangat bermanfaat bagi peserta didik, hindari istilah setengah jam, dan seperempat jam untuk saat ini. Sedangkan satuan jarak yang yang digunakan biasanya inci, sentimeter, dan meter.
2.5.3        SD Kelas 2
Pada matematika kelas 2 memberikan kesempatan untuk menguatkan pelajaran yang didapat pada TK dan kelas 1 menjadi lebih dalam. Pada masa ini juga akan lebih terlihat perbedaan antara individu, peserta didik juga akan menggunakan metode matematika dasar seperti menghitung dengan jari. Peserta didik juga harus bisa beralih dari objek nyata ke bentuk abstrak (diatas kertas) matematika.
Dengan menggunakan pendekatan kurikulum spiral, bagian awal kelas 2 di pusatkan untuk memperkuat kemampuan dan konsep yg telah diketahui, dan dalam pengajaran kembali konsep yang masih belum jelas. Jumlah angka yag diketahui setidaknya mencapai 999 dan menuliskan angka  sampai duapuluhan atau tigapuluhan.
Konsep penempatan nilai (satuan, puluhan ,ratusan dll) direview dan dikembangkan ke ratusan dan kadang-kadang ke ribuan. Hal ini sangat penting untuk peserta didik karena ini dapat dijadikan jembatan untuk mengubah dari bendanyata menuju abstrak.
Penambahan dan pengurangan direview dan kembangkan dengan perhatian yang besar saat pengelompokan ulang. Pengetahuan dasar dalam menjumlahkan dan pengurangan sangat penting di kelas 2. Hal ini harus dikuasai untuk memulai pelajaran perkalian.
Penjumlahan dan pengurangan harus di kembangkan menjadi puluhan angka dan ratusan. Pengembangan notasi dan bentuk algoritma panjang akan membantu peserta didik untuk mengembangkan standar algoritma pendek. Perkalian dikenalkan pada kelas 2 dengan beberepa model pembelajaran antara lain . Gabungan objek-objek, garis bilangan, susunan, dan penjumlahan berturut-turut. Jangan meminta peserta didik untuk menghafalkan perkalian pada saat ini. Menghitung dengan benda dan sejenisnya kan lebih dapat diterima oleh peserta didik daripada 3 X 4 = ?
Pembagian juga mulai di perkenalkan, hubungkan pengurangan dengan pembagian dan ikuti cara yg sama pada perkalian. Konsep pecahan bisanya di kenalkan secara informal pada kelas 2. Konsep pecahan di kenalkan pada kelas 4 atau 5. Jangan biaran peserta didik menghitung dengan pecahan. Jarak, waktu, dan ukuran dikenalkan dan dikembangkan kembali pada kelas 2.
2.5.4        SD Kelas 3
Sebelum sekolah dimulai, guru kelas 3 seharusnya berkonsultasi dengan guru kelas 2. Dengan demikian program kelas 3 seharusnya dapat dimulai. Matematika kelas 3 biasanya dimuali dengan review mengenai penambahan dan pengurangan. Penjumlahan dan pengurangan dasar harus dapat dikuatkan sebelum mengenal labih dalam terhadam perkalian.
Bagian awal pelajaran kelas 3 seharusnya mengajarakan kembalai konsep yang telah didapat. Angka yg harus dipelajari sampai 1000 termasuk menghitung, membaca, menulis dan mengunakan operasi aritmatik.
Simbol perkalian diperkenalkan baik itu perkalian horisontal dan vertikal. Peserta didik seharusnya sudah mulai mengerti cara perkalian dasar.perkalian dikembangakan dengan puluhan dan ratusan dikalikan dengan satuan.
Pembagian dikenalkan kembali dan disajikan bersamaan dengan perkalian. Untuk mengembangakn pembagian pada peserta didik dapat menggunakan model seperti pada perkalian yaitu, kelompok, garis bilangan, susunan dan penjumlajan berurutan. Simbol yang digunakan biasanya (:)  , jangan memperkenalkan ÷ sampai kelas berikutnya. Pada ukuran, biasanya uang digunakandan konsep penukaran dipakai. Waktu juga mulai mengenal menit dan jam, konsep hari, minggu, bulan , tahun juga diperkenalkan.
2.5.5        SD Kelas 4
Kelas 4 seharusnya di mulai dengan tes percobaan sehingga guru dapat mengevalusai perkembangan matematika peserta didik dan menemukan cara pengajaran yg tepat. Pengertian satuan bilangan harus di evaluasi dan dikembangkan lebih lagi. Peserta didik juga harus di berikan banyak latihan untuk  membaca dan menulis angka besar. Nol juga diperkenalkan sebagai agka dan angka romawi juga mulai diberikan seperti simbol 50 dan 100 (L & C)
Kemampuan peserta didik dalam penjumlahan dan pengurangan harus terevaluasi serta dapat mengerjakan bilangan besar, Pada kelas empat yang ditekankan adalah perkalian dan pembagian. Setelah mengerti perkalian sekarang peserta didik harus mengingat dasar perkalian. Hanya perkalian satuan yang di berikan pada kelas 4. Pengembangan untuk semua bilangan pembagian harus searah dengan semua bilangan perkalian. Dasar pembagian seharusnya di hubungkan dengan perkalian dengan demkian peserta didik dapat memuali menghafal.
Pecahan menjadi topik utama di kelas 4. Konsep penyamaan pecahan dikembangkan. Penjumlahan dan pengurangan pecahan mulai diperkenalkan.  Ukuran di kembangkan lagi menjadi setengah dan seperempat inci. Mengukur cairan, berat  dilanjutakan. Mengukur suhu disajikan dengan fahrenheit, termasuk diatas dan dibawah 0, waktu ditekankan pada detik, menit, jam, hari minggu, bulan, dan tahun.
2.5.6        SD Kelas 5
 Pelajaran matematika kelas 5 menjadi penting karena semua konsep dasar matematika telah di pada SD kecuali decimal dan persen, telah dikenalkan dan penghafalan operasi dasar telah selesai. Sistam satuan bilangan sudah dimengerti oleh peserta didik. Peserta didik harus bisa membaca, menulis, dan mnghitung angka. Operasi dengan seluruh angka di tinjau kembali dan dikembangkan menjadi lebih besar. Setelah pemahaman penbagian diperoleh peserta didik, kalkulator bisa mulai diperkenalkan untuk mengerjakan secara mudah dan singkat. Pemahan konsep pecahan di lanjutkan. Peserta didik juga memerlukan kemampuan untuk menghitung kpk dan fpb serta kemampuan untuk merubah bentuk pecahan ke dalam bentuk desimal. Menulis pecahan dalam bentuk terkecil dan menghitungnya juga dikenalkan. Desimal sering dihubungkan dengan pecahan. Bilangan rasional bisa ditulis dalam 2 bentuk yaitu pecahan dan desimal.
Konsep pembulatan angka harus diperkenalkan. Peserta didik perlu melakukan pembutan antara atas dan bawah. Mereka juga perlu belajar bagai mana melakukan pembulatan untuk menemukan jawaban yang benar. Ukuran panjang tetap digunakan dan peserta didik harus bisa melakukan sistam pengubahan. Pengukuran dihubungkan dengan bentuk sederhana dengan konsep menghitung luas dan keliling. Rumus luas dan keliling diperkenalkan dengan model. Beberapa pertimbangan diberikan untuk aritmatik. Menggambar skala juga diperkenalkan pada kelas 5.
2.5.7        SD Kelas 6
Peserta didik diasumsikan sudah mahir dalam operasi dasar matematika untuk semua bilangan  sejak kelas 4, dan mulai ngenal konsep matematika lebih jauh di kelas 5, tujuan utama kelas 6 adalah :
1.        Operasi aritmatika yg lebih rumit mulai diperkenalkan
2.        Pengenalan bilangan terhingga dan
3.        Penerapan untuk operasi aritmatik dengan pengaplikasian yang lebih luas.
Peserta didik seharusnya sudah dapat membaca dan menuliskan segala macam angka. Sistam angka di kembangkan lebih  seperti penambahan desimal, bilangan ribuan bahkan jutaan. Pembulatan angka dan desimal serta semua angka dan opersinya direview. Test juga dapat digunakan untuk menghitung kelebihan dan kekurangan pemahaman matematika peserta didik. Pecahan bisa di review, termasuk penjumlahan dan pengurangan dari pecahan. Perkalian dan pembagian pecahan mulai dikembangkan lagi dari konsep objek menuju abstrak.  Pelajaran perkalian dan pembagian pecahan diluaskan sampai angka campuran hingga mencapai pengembangan algoritma.
Kebanyakan kelas 6 mengembangakan kembali desimal dari objek nyata ke abstrak. Bentuk pecahan dan desimal dituliskan kembali dengan bentuk yang berbeda. Persentase juga mulai di kenalkan. Pengertian pecahan harus disajikan dalam bentuk nyata dan dihubungkan dengan desimal dan pecahan. Operasi yang melibatkan persen bisa di berikan pada tahap ini.
Semua satuan ukuran di review dan dikembangkan lagi. Luas dan keliling dihubungkan dengan bentuk geometri. Grafik, tabel, gambar skala, dam peta dipelajari. Pengajaran ini telah di desain untuk menghasilkan review sederhana dari matematika SD. Satu yang harus diingat bahwa matematika SD akan berubah-ubah menyesuaikan sekolah. Sekarang kita siap untuk mempertimbangkan kedalaman pelajaran dan bagaimana kemampuan  bermatematika dikembangakan di SD.













BAB III
PENUTUP

3.1    KESIMPULAN
Berdasarkan rumusan masalah dan pembahasan yang pembelajaran matematika khususnya pada tingkat dasar, dapat ditarik kesimpulan yaitu sebagai berikut:
1.      Umumnya terdapat dua teori pembelajaran, yaitu teori pembelajaran behaviorisme dan teori pembelajaran kognitif. Teori pembelajaran behaviorisme menjelaskan bahwa pembelajaran terjadi ketika adanya ikatan atau hubungan yang terbentuk antara stimulus dan respon, sedangkan teori pembelajaran kognitif menjelaskan bahwa dalam pembelajaran terdapat pengetahuan antara stimulus dan respon sehingga melibatkan fungsi dan mekanisme.
2.      Konsep pembelajaran matematika diantaranya berfokus pada makna sehingga menciptakan pembelajaran yang bermakna, adanya tahapan pembelajaran yang akan membentuk pengalaman belajar anak dengan menghubungkan pengalaman lama dan pengalaman baru, adanya interaksi social yang membantu peserta didik memproses pengalaman, adanya pengalaman nyata yang  memberikan dasar untuk internalisasi pikiran, adanya representasi dalam pembelajaran, adanya pembelajaran secara procedural, adanya memori jangka pendek dan memori jangka panjang yang berfungsi mengingat dan menyusun makna dari pengalaman, bersifat membangun dalam menemukan pola serta membuat hubungan antara pengalaman-pengalaman yang dimiliki, dan adanya pemikiran dalam belajar.
3.      Inti standar-standar pembelajaran dalam matematika ialah matematika sebagai penyelesai masalah, matematika sebagai komunikasi, matematika sebagai penalaran, matematika sebagai hubungan.
4.      Tahapan dalam pembelajaran matematika terdiri dari bermain bebas yaitu peserta didik bereksperimen dan memanipulasi serta menggambarkan bentuk abstrak dari konsep yang dipelajari, peserta didik melakukan permainan sesuai dengan aturan guru untuk memulai menganalisa struktur konsep matematika, peserta didik untuk menemukan struktur pada konsep contoh, representasi, penyimbolan, dan peserta didik memeriksa kesimpulan dari konsep dan menggunakan konsep untuk memecahkan masalah matematika murni dan terapan.
5.      Penerapan pembelajaran matematika yaitu dengan membimbing peserta didik langkah demi langkah melalui pengalaman belajar. Di samping itu perlu diketahui bahwa pondasi utama dalam mempelajari matematika adalah konsep karena konsep akan menghasilkan kerangka kerja yang dipelajari dan dipertahankan serta  menyediakan peserta didik dengan berbagai wawasan yang diperlukan untuk menerapkan dan beradaptasi terhadap sesuatu yang mereka ketahui.

DAFTAR PUSTAKA

Bell F. H. 1978. Teaching and Learning Mathematics (in Secondary schools). USA: W. C. Brown Company.

Heddens, James W. and Speer, William R. 2001. Today’s Mathematics. United States of America: Elm Street Publising Services, Inc.

Kennedy, M. Leonard and Tipps, Steve. 2003. Guiding Children’s Learning Of Mathematics. United States of America: Wadsworth.

Seterland R. 2007. Teaching  for Learning Mathematics. Graw Hill: Upon University Press MC.
.               

1 komentar:

  1. Casinos with slots for free at casinosites.one
    A complete list of 바카라사이트쿠폰 casinos with slots for free at casinosites.one! 검증 업체 먹튀 랭크 We have listed all the 뭐 먹지 룰렛 best 벳시티먹튀 free online 슬롯 추천 casinos with slots for free in December 2021.

    BalasHapus